A.Tradisi Sejarah Masyarakat Pra-Aksara
Masa pra-aksara untuk masing-masing negeri tidak sama. Misalnya,
bangsa Mesir telah mengakhiri masa pra-aksara sekitar tahun 4.000 SM,
bangsa Phunisia di pulau Kreta mengakhiri masa pra-aksara sekitar tahun
2.500 SM, dan masa pra-aksara bangsa Indonesia baru berakhir pada abad
ke-4 Masehi.
Sumber-sumber sejarah yang ditemukan atau sampai ke tangan para sejarawan atau peneliti sejarah tidak secara otomatis dapat memberikan informasi yang sebenarnya dan yang diperlukan tentang peristiwa lampau tersebut. Oleh karena itu, para sejarawan berusaha menafsirkan dan menceriterakan peristiwa masa lampau itu secara benar. Sebelum upaya penafsiran dilakukan, seorang ahli sejarah harus memastikan kebenaran sumber sejarah yang dikajinya. Apakah sumber sejarah yang sampai ke tangan para ahli sejarah benar-benar asli dari zaman yang dimaksud? Apakah sumber sejarah yang sampai ke tangan para ahli sejarah dapat dipercaya kebenarannya? Usaha para ahli sejarah makin sulit apabila masyarakat yang hendak diceriterakan belum mengenal tulisan. Dengan demikian, usaha mendeskripsikan atau merekonstruksi kehidupan masyarakat pra-aksara merupakan pekerjaan yang sulit.
1.Cara Masyarakat Pra-Aksara Mewariskan Masa Lalunya
Sumber-sumber sejarah yang ditemukan atau sampai ke tangan para sejarawan atau peneliti sejarah tidak secara otomatis dapat memberikan informasi yang sebenarnya dan yang diperlukan tentang peristiwa lampau tersebut. Oleh karena itu, para sejarawan berusaha menafsirkan dan menceriterakan peristiwa masa lampau itu secara benar. Sebelum upaya penafsiran dilakukan, seorang ahli sejarah harus memastikan kebenaran sumber sejarah yang dikajinya. Apakah sumber sejarah yang sampai ke tangan para ahli sejarah benar-benar asli dari zaman yang dimaksud? Apakah sumber sejarah yang sampai ke tangan para ahli sejarah dapat dipercaya kebenarannya? Usaha para ahli sejarah makin sulit apabila masyarakat yang hendak diceriterakan belum mengenal tulisan. Dengan demikian, usaha mendeskripsikan atau merekonstruksi kehidupan masyarakat pra-aksara merupakan pekerjaan yang sulit.
1.Cara Masyarakat Pra-Aksara Mewariskan Masa Lalunya
Tidak semua kejadian di masa lampau dapat diketahui oleh manusia yang
hidup saat ini. Bahkan dapat dikatakan hanya sebagian ang sangat kecil
saja ang diketahui manusia sekarang. Hal itu disebabkan banyak hal,
diantaranya adalah jangkauan waktunya yang terlalu jauh dari masa
sekarang dan terbatasnya sumber sejarah yang dapat dipakai sebagai bukti
untuk mengungkap peristiwa masa lalu. Semua itu menunjukkan betapa
rumitnya menggali sejarah masa lampau. Terlebih jika itu menyangkut
kehidupan masyarakat manusia pada zaman prasejarah beserta aspek-aspek
kebudayaannya.
Dari keterbatasan-keterbatasan tersebut, kegiatan penelitian sejarah baik yang dilakukan oleh sejarawan, mahasiswa sejarah, maupun orang-orang tertentu yang memiliki ketertarikan pada studi sejarah adalah kegiatan penting yang bisa mengungkap atau memperoleh gambaran peristiwa masa lalu.
Dari keterbatasan-keterbatasan tersebut, kegiatan penelitian sejarah baik yang dilakukan oleh sejarawan, mahasiswa sejarah, maupun orang-orang tertentu yang memiliki ketertarikan pada studi sejarah adalah kegiatan penting yang bisa mengungkap atau memperoleh gambaran peristiwa masa lalu.
Untuk mengetahui bagaimana kehidupan masyarakat prasejarah, ada
beberapa hal yang bisa dijadikan sebagai sumber untuk penggambarannya.
Atau dengan kata lain, masyarakat prasejarah baik sengaja maupun tidak,
telah meninggalkan berbagai peninggalan yang dari peninggalan tersebut
kita bisa memperoleh informasi atau memperoleh gambaran tentang
kehidupan masyarakat prasejarah tersebut.
Mengingat masyarakat pra-aksara tidak meninggalkan sumber lisan dan sumber tertulis, maka untuk mendeskripsikan kehidupan pada masa pra-aksara digunakan sumber benda. Para ahli mengamati secara seksama benda-benda peninggalan dan menafsirkan tentang kehidupan masyarakat pra-aksara. Oleh karena itu, para ahli tidak dapat mengungkap secara lengkap tentang kehidupan masyarakat pra-aksara. Namun, para ahli telah memberikan sumbangan yang berarti karena telah berusaha menggambarkan kehidupan masyarakat pra-aksara yang paling mendekati kenyataan.
Mengingat masyarakat pra-aksara tidak meninggalkan sumber lisan dan sumber tertulis, maka untuk mendeskripsikan kehidupan pada masa pra-aksara digunakan sumber benda. Para ahli mengamati secara seksama benda-benda peninggalan dan menafsirkan tentang kehidupan masyarakat pra-aksara. Oleh karena itu, para ahli tidak dapat mengungkap secara lengkap tentang kehidupan masyarakat pra-aksara. Namun, para ahli telah memberikan sumbangan yang berarti karena telah berusaha menggambarkan kehidupan masyarakat pra-aksara yang paling mendekati kenyataan.
a. Tradisi masyarakat pra-aksara kepulauan Indonesia masa berburu dan meramu
• Tradisi perekonomian
Kehidupan manusia pada periode ini sangat tergantung pada alam. Dalam hal menghasilkan makanan, manusia banyak menggantungkan diri pada bahan makanan yang disediakan alam. Bukti-bukti tentang perekonomian yang berkembang di seluruh kepulauan Indonesia pada waktu itu hingga kira-kira 2.500 SM menunjukkan tradisi perekonomian yang lebih bergantung pada aktivitas berburu dan mengumpulkan makanan.
• Tradisi sosial
Manusia lebih memilih daerah dataran rendah atau padang rumput dengan semak belukar dan hutan kecil yang terletak berdekatan dengan sungai atau danau sebagai tempat tinggal. Mereka tinggal dalam kelompok-kelompok kecil yang terdiri dari empat atau lima keluarga (20-30 orang). Mereka berpindah secara musiman dari satu tempat ke tempat lainnya. Pada waktu-waktu tertentu mereka diduga menemui kelompok lain untuk melakukan kegiatan upacara-upacara tertentu.
• Tradisi pembuatan alat penunjang kehidupan
Masyarakat pra aksara kepulauan Indonesia pada periode ini banyak meninggalkan beragam peninggalan budaya material berupa alat-alat fungsional penunjang kehidupan mereka. Dari hasil penelitian arkeologi diketahui bahwa alat-alat penunjang kehidupan masyarakat pra aksara pada periode ini sebagian besar terbuat dari kayu, batu, tulang, dan kulit kerang. Untuk alat yang terbuat dari kayu memang tidak ditemukan peninggalanya (karena mudah lapuk), tetapi dapat dipastikan kayu merupakan alat fungsional utama mereka. Di kepulauan Indonesia peninggalan alat-alat tersebut sangat banyak ditemukan.
Tradisi penggunaan alat-alat batu sebagai penunjang utama kehidupan manusia berkembang sebelum munculnya tradisi tembikar (preceramic). Industri alat batu ini terutama berupa alat batu yang diserpih yang pada umumnya tidak diasah. Tradisi alat batu serpih yang tidak diasah ini kemudian berkembang menjadi tradisi alat-alat dari kerakal batu (pebble) yang diasah tajamnya serta diperhalus. Semua tradisi alat-alat batu tersebut berasal dari kala Pleistosen akhir.
Tradisi penggunaan alat tulang sebagai alat penunjang kehidupan manusia dibuktikan dengan ditemukannya berbagai jenis peralatan yang berasal dari berbagai jenis tulang dengan bentuknya yang beragam. Temuan-temuan itu antara lain terdapat di tepian danau Mindanau (Minahasa) berupa lancipan tulang yang tertimbun bersama sampah kerang.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa tradisi masyarakat pra aksara Indonesia pada awalnya didominasi oleh tradisi membuat alat-alat fungsional yang terbuat dari kayu, batu, tulang dan kulit kerang sebagai upaya mereka untuk memenuhi kebutuhan hidup pokok berupa makanan. Tradisi berkaitan dengan kehidupan politik, seni, dan kepercayaan belum berkembang.
• Tradisi masyarakat yang berkaitan dengan kepercayaan
Kepercayaan manusia yang berkaitan dengan tradisi penyembahan sebagaimana yang berkembang pada masa-masa kemudian belum ada pada periode ini. Tidak terdapat bukti arkeologis yang mengungkap tentang dimensi religi masyarakat masa berburu dan meramu.
b.Tradisi masyarakat pra-aksara kepulauan Indonesia masa epi-paleolitik dan berburu
• Tradisi ekonomi
Dalam hal menghasilkan makanan, kebiasaan sebelumnya tetap dominan dilakukan. Masyarakat masih menggantungkan diri pada bahan makanan yang disediakan alam. Dalam hal ini, aktivitas berburu merupakan kegiatan utama manusia dalam upaya mereka menghasilkan makanan. Dalam hal pemilihan makanan, berbagai jenis tumbuhan dan makanan laut seperti ikan, kerang, burung laut dan hewan laut lainnya semakin penting dalam daftar makanan mereka. Di Indonesia timur pada periode ini ditemukan bukti bahwa ada kebiasaan masyarakat mengkonsumsi sejenis tikus raksasa (sekarang sudah punah) serta memakan areca (buah pinang).
• Tradisi sosial
Jika sebelumnya manusia lebih memilih daerah dataran rendah atau padang rumput dengan semak belukar dan hutan kecil sebagai tempat tinggal, maka pada periode ini kelompok manusia terutama banyak menghuni gua-gua dan ceruk-ceruk tepi pantai. Beberapa kelompok ada yang memilih menetap tetapi ada juga yang bersifat setengah menetap (semi sedenter). Mereka sudah mulai melakukan pembagian kerja. Diantaranya ada kelompok-kelompok yang mulai mengkhususkan diri berburu hewan tertentu dan membuat peralatan yang lebih beragam untuk kegiatan-kegiatan khusus.
• Tradisi penggunaan alat-alat penunjang kehidupan
Tradisi alat hidup mereka diantaranya menghasilkan aneka bentuk mata pisau dan alat-alat batu lainnya, disamping alat tulang.
• Tradisi kepercayaan melalui seni
Tradisi membuat lukisan, yang kemungkinan juga berkaitan dengan kepercayaan masyarakat sudah mulai muncul pada masa ini. Di wilayah Indonesia timur banyak ditemukan aneka bentuk lukisan yang catnya terbuat dari bahan hematit merah. Lukisan-lukisan itu mereka gambar pada dinding-dinding gua tempat tinggal mereka. Kebanyakan gambar-gambar itu adalah berupa cap tangan dan babi liar.
c. Tradisi masyarakat prasejarah kepulauan Indonesia masa bercocok tanam
• Tradisi ekonomi
Tradisi perekonomian masyarakat mengalami perkembangan pada masa ini. Jika sebelumnya banyak menggantungkan diri pada alam, mereka mulai mencoba mengupayakan bercocok tanam dan beternak, kendati masih dengan cara yang sangat sederhana.
Di wilayah timur kepulauan Indonesia masa antara 4.500 hingga 5.000 tahun lalu, kegiatan cocok tanam perladangan dan peternakan sudah dilakukan. Padi sudah mulai ditanam di wilayah Sulawesi bagian selatan. Pada waktu yang sama, tradisi beternak babi dan kambing sudah ada dalam wilayah yang luas yang meliputi Sulawesi hingga wilayah Timor. Pada waktu yang bersamaan dengan migrasi bangsa Austronesia ke Indonesia, penduduk Irian juga telah mengembangkan pertanian mereka sendiri terutama buah-buahan dan umbi-umbian. Perpaduan antara tradisi pertanin bangsa Austronesia dengan penduduk Irian telah membentuk pembauran mata pencaharian. Tumbuh-tumbuhan khasa Melanesia seperti sagu dan kenari dimanfaatkan di wilayah Maluku dan Irian. Berbeda dengan wilayah lainnya, tanaman padi nampaknya dikesampingkan di daerah ini.
Seiring dengan berkembangnya pola pikir, teknik dan model pertanian juga mengalami perkembangan. Mereka menemukan teknik pengairan, perawatan tanaman dan pemupukan. Dengan demikian pada periode ini telah terjadi pergeseran tradisi masyarakat dari yang semula bersifat food gathering berubah menjadi food producing.
• Tradisi sosial
Pada masa ini kehidupan masyarakat ditandai dengan berkembangnya tradisi neolitik. Manusia mulai menetap di desa-desa dengan jumlah penduduk antara 300 hingga 400 orang. Masyarakat pada masa ini juga telah menjalankan tradisi “jenjang sosial” dalam kelompok-kelompok kecil masyarakat. Jenjang sosial itu mereka dasarkan pada sejumlah prinsip tertentu. Prinsip paling utama adalah para keturunan pendiri permukiman atau yang pertama kali membuka lahan baru akan cenderung memiliki jenjang atau status sosial yang tinggi.
Kalau kita melihat masyarakat Austronesia tradisional dimanapun, nenek moyang selalu mendapat perhatian yang besar baik itu dalam seni maupun mitologi dan tradisi. Para pemimpin sering memperoleh kekuasaan karena mereka dapat menunjukkan jejak keturunan yang jelas dari nenek moyang pendiri marga atau suku. Dengan demikian kerabat pendiri yang mempunyai jenjang tinggi biasanya berpeluang memegang jabatan sebagai penguasa sekuler maupun keagamaan orang-orang seperti ini bisa memberi keputusan atas masalah-masalah desa, berhak menerima sumbangan makanan dan tenaga dari kelompok pendukung mereka. Mereka ini umumnya menunjukkan status mereka melalui kepemilikan atas barang-barang lambang kekayaan seperti guci Cina, manik-manik kuno, bangunan megalitik, senjata-senjata yang bagus, nekara dan sebagainya. Bukti kemakmuran lain dinyatakan melalui keberhasilan dalam pertanian dan membiakkan ternak, khususnya babi yang hasilnya bisa dipakai dalam pesta-pesta bergengsi.
Contoh dari masyarakat yang masih menerapkan sistem berjenjang yang asli adalah masyarakat Nias bagian selatan di lepas pantai barat Sumatera. Di beberapa kelompok masyarakat Kalimantan Tengah juga mempunyai sistem kelas yang didasarkan atas warisan, persekutuan antar keluaga serta kepemilikan benda-benda yang bernilai tinggi. Kelompok-kelompok masyarakat yang dimaksud seperti orang Kenyah, Kayan, dan Maloh. Mereka masih mempertahankan tiga atau empat lapisan sosial mulai dari bangsawan hingga ke budak. Para pemimpin mempertahankan status mereka melalui perkawinan campuran dengan keluarga-keluarga pemimpin di desa-desa lain. Pengorbanan budak dalam upacara kematian seorang pemimpin (seperti di Nias) juga terjadi di antara orang Kayan dan Melanau di Sarawak.
Dalam hal tradisi yang berkaitan dengan unsur kepercayaan diduga bahwa masyarakat sudah melakukan pemujaan terhadap roh nenek moyang mereka disamping kepercayaan akan kekuatan alam. Ada kelompok-kelompok yang mulai memilih pemimpin, diantara mereka.
• Tradisi kepercayaan
Masyarakat pada masa ini diperkirakan sudah mulai menjalankan tradisi pemujaan terhadap roh nenek moyang dan kekuatan alam yang dilambangkan atau disimbulkan dalam bentuk pembuatan patung-patung sebagai sarana pemujaan.
d.Tradisi masyarakat prasejarah kepulauan Indonesia masa perundagian
• Tradisi ekonomi
Perdagangan antar wilayah yang jauh, dengan komuditas utamanya adalah alat-alat yang terbuat dari bahan logam ini sudah mulai berkembang.
• Tradisi sosial
Kedua bahan baru tersebut (besi-perunggu dan emas) dalam perkembangannya menjadi lambang kedudukan atau tingkat sosial (stratifikasi sosial).
• Tradisi pembuatan alat logam
Pada periode tradisi pengecoran logam, besi dan perunggu kemungkinan besar dikenal dalam waktu yang bersamaan. Pada periode ini manusia telah mampu membuat alat-alat penunjang kehidupan mereka dari perunggu. Daerah asal kebudayaan ini adalah di Indo-Cina. Masuk ke Indonesia pada sekitar tahun 500 SM. Di Indonesia, benda-benda hasil
peninggalan zaman perunggu
diantaranya adalah nekara, jenis kapak, bejana, senjata, arca dan perhiasan. Situs-situs ditemukannya peninggalan perunggu meliputi Jawa, Bali, Selayar, Luang, Roti dan Leti.
Ada dua teknik pembuatan barang-barang dari perunggu. Teknik pertama adalah yang dikenal dengan teknik setangkup atau bivalve, dan teknik kedua adalah teknik cetakan lilin (a cire perdue).
Pertama, teknik bivalve
Teknik cetakan ini menggunakan dua cetakan dengan bentuk sesuai benda yang diinginkan yang dapat ditangkupkan. Cetakan diberi lubang pada bagian atasnya dan dari lubang tersebut kemudian dituangkan cairan logam. Bila sudah dingin, cetakan baru dibuka.
Kedua, teknik cetakan lilin (a cire perdue)
Teknik cetakan lilin menggunakan bentuk bendanya yang terlebih dahulu dibuat dari lilin yang berisi tanah liat sebagai intinya. Bentuk lilin dihias menurut keperluan dengan berbagai pola hias. Bentuk lilin yang sudah lengkap kemudian dibungkus dengan tanah liat. Pada bagian atas dan bawah diberi lubang. Dari lubang bagian atas kemudian dituangkan cairan perunggu dan dari lubang di bawah mengalir lelehan lilin. Bila cairan perunggu yang dituang sudah dingin, cetakan dipecah untuk mengambil bendanya yang sudah jadi. Cetakan seperti ini hanya dapat digunakan sekali saja.
Disamping tradisi pembuatan alat-alat perunggu manusia pada periode ini sudah mampu melebur bijih-bijih besi dalam bentuk alat-alat yang sesuai dengan keinginan dan kegunaannya. Benda-benda besi yang banyak ditemukan di Indonesia antara lain berupa mata kapak (banyak ditemukan dalam peti kubur batu di daerah Gunung Kidul, Jawa Tengah), berbagai jenis pisau dalam berbagai ukuran, mata sabit yang berbentuk melingkar, tajak, mata tombak, gelang-gelang besi dan sebagainya. Disamping perunggu dan besi, emas juga telah dimanfaatkan utamanya untuk membuat perhiasan dan benda-benda persembahan kubur.
• Tradisi penguburan
Dalam tradisi penguburan, masyarakat juga mempraktekkan bentuk-bentuk “penguburan sekunder”. Artinya setelah mayat dikubur dalam waktu yang lama, kuburnya kemudian dibongkar kembali, tulang-tulang yang sudah bersih dari daging kemudian disimpan dalam wadah khusus. Tradisi lain yang berkaitan dengan penguburan adalah kebiasaan menggunakan bangunan-bangunan megalitik. Tradisi ini antara lain ada di Sulawesi dan Borneo.
Khusus di Kalimantan, tepatnya pada masyarakat Dayak secara umum yang ada Kalimantan Timur, tradisi penguburan yang lazim dilakukan adalah penguburan sekunder. Pada awalnya masyarakat Dayak menggunakan gua sebagai tempat penguburan tetapi dalam perkembangannya pemanfaatan gua sebagai tempat penguburan mulai ditinggalkan. Memasuki masa megalitik, penguburan dengan menggunakan tempayan, dolmen mulai berkembang. Hal ini dibuktikan dengan banyak ditemukannya dolmen dan tempayan kubur di daerah sepanjang hulu Sungai Bahau, Kecamatan Long Pujungan, Kabupaten Malinau.
Di Jawa pada jaman sebelum pengaruh India masuk, ada pula tradisi pembuatan “rumah-rumah mayat” yang diletakkan di atas tiang-tiang yang digunakan untuk penguburan sekunder. Di Kalimantan, terutama di Kecamatan Putussibau, Kabupaten Kapuas Hulu, Kalimantan Barat dimana suku Dayak Taman tinggal, tradisi penguburan dengan membuat “rumah-rumah mayat” disebut dengan kulambu. Merupakan pondok penyimpanan lungun atau peti jenazah orang yang tumate atau telah meninggal. Di pondok itulah jenazah para leluhur, orang tua dan anak-anak disemayamkan. Dalam kulambu tidak hanya diisi lungun saja tetapi juga ipalolaang mate atau benda-benda yang disertakan pada jasad, yang kemungkinan besar adalah sebagai bekal kubur.
e. Tradisi masyarakat pada masa transisi prasejarah menuju sejarah
• Tradisi ekonomi
Masyarakat prasejarah Indonesia pada waktu beralih ke periode sejarah berada dalam periode bercocok tanam dan penggunaan logam. Bangsa Austronesia yang berekspansi ke kepulauan Indonesia membawa serta tradisi ekonomi yang sepenuhnya pertanian (cocok tanam), termasuk tanaman padi. Disamping itu mereka juga mengenalkan tembikar dan alat baru, yaitu beliung batu bertajaman satu sisi. Meski demikian masyarakat kepulauan Indonesia masih melakukan aktivitas berburu dan mengumpulkan makanan baik di darat maupun di laut.
Pemburu dan pengumpul makanan non-Austronesia mengalami penurunan dalam jumlah yang terus berkurang selama seribu tahun ekspansi Austronesia. Selama seribu tahun, antara 500 SM hingga 500 M, kepulauan Indonesia tergabung dalam lingkungan interaksi budaya yang luas. Perkembangan dan pengenalan unsur budaya baru yang utama pada masa ini diantaranya adalah metalurgi dan budidaya sapi dan kerbau yang muncul bersamaan dengan meningkatnya peran pertanian padi berteras dan beririgasi di daerah-daerah tertentu.
• Tradisi sosial
Pada masa peralihan ini, penelitian menunjukkan bahwa secara sosial masyarakat telah tersusun secara lebih komplek dengan melembagakan stratifikasi sosial dan sistem kepemimpinan. Tradisi kehidupan sosial mereka dapat diterangkan sebagai berikut:
Para pemimpin masyarakat dan pembantu mereka bertanggung jawab atas kelangsungan dan kesejahteraan masyarakat. Model kepemimpinan didasarkan atas kepercayaan dan bukan pada kekuasaan yang diwariskan. Ini berbeda dengan periode sebelumnya, dimana model kepemimpinan masyarakat lebih di dasarkan pada kekuasaan yang diwariskan. Orang yang memperlihatkan kemampuan memimpin akan dihormati dan dihargai setelah meninggal.
• Tradisi penguburan
Pada abad pertama tarik masehi, tradisi penguburan baik dengan tempayan maupun sarkofagus mencerminkan kedudukan sosial. Orang yang dikubur dalam suatu wadah bersama benda bekal kubur memiliki kedudukan sosial berbeda dibanding dengan mereka yang dikubur tanpa peti mati. Bekal kubur itu diantaranya adalah berupa kapak segi empat, gelang batu, gerabah tanah liat, alat-alat besi, gelang perunggu, manik-manik dari kaca. Disamping pemberian bekal kubur tempat penguburan berupa kubur batu dengan dinding yang dilukis juga menunjukkan penghormatan tersebut. Beberapa kubur lempeng batu dan peti batu (sarkofagus) diantaranya ditemukan di Bondowoso (Jawa Timur), Kuningan (Jawa Barat).
Disamping di wilayah barat Indonesia, kebiasaan mengubur mayat bersama bekal kubur berkembang pula di wilayah timur Indonesia. Penggalian situs Melolo (Sumba Timur) mengungkap tentang tradisi pemakaman dengan bekal kubur. Situs ini berisi juga ratusan kubur sekunder dengan tulang-tulang orang yang meninggal dimasukkan dalam kotak batu bergaris tengah 25 – 50 cm berikut benda-benda seperti manik-manik, perhiasan dari kerang dan batu serta tembikar termasuk kendi berleher panjang.
Local genius masyarakat Indonesia masa peralihan
Menurut Brandes, pada akhir zaman prasejarah atau masa menjelang zaman sejarah nenek moyang bangsa Indonesia telah memiliki 10 macam kepandaian utama.
• Kepandaian bersawah
Dimulai pada jaman neolitikum dengan sistem huma. Berkembang sampai jaman perundagian dengan menggunakan lahan basah (pola pertanian menetap).
• Kemampuan berlayar
• Dilakukan dengan memanfaatkan perahu bercadik yang menjadi ciri khas masyarakat maritim Indonesia.
• Mengenal astronomi atau ilmu perbintangan
• Pengaturan masyarakat
Dimulai pada jaman megalitikum, yang ditandai munculnya “perkampungan” tradisional dan adanya pemimpin masyarakat yang dipilih secara musyawarah.
• Mengenal sistem macapat
Yaitu suatu tata cara dalam menata wilayah yang didasarkan pada pembangunan 4 tempat penting, yaitu pasar, tempat ibadah, penjara dan istana.
• Kepandaian dalam hal pertunjukan wayang
Berawal dari kepercayaan pada roh nenek moyang yang meninggal.
• Kepandaian dalam hal seni gamelan
Dipakai untuk mengiringi pertunjukan wayang atau mengiringi upacara keagamaan.
• Kepandaian dalam hal membatik dan menenun
• Kepandaian membuat alat-alat dari logam
Dimulai sejak jaman prasejarah. Dan berkembang pada periode perundagian.
• Kemampuan dalam perdagangan
• Kemampuan bidang ini terkait dengan kemampuan bangsa Indonesia dalam bidang pelayaran. Pada awalnya dilakukan dengan sistem barter.
Kehidupan manusia pada periode ini sangat tergantung pada alam. Dalam hal menghasilkan makanan, manusia banyak menggantungkan diri pada bahan makanan yang disediakan alam. Bukti-bukti tentang perekonomian yang berkembang di seluruh kepulauan Indonesia pada waktu itu hingga kira-kira 2.500 SM menunjukkan tradisi perekonomian yang lebih bergantung pada aktivitas berburu dan mengumpulkan makanan.
• Tradisi sosial
Manusia lebih memilih daerah dataran rendah atau padang rumput dengan semak belukar dan hutan kecil yang terletak berdekatan dengan sungai atau danau sebagai tempat tinggal. Mereka tinggal dalam kelompok-kelompok kecil yang terdiri dari empat atau lima keluarga (20-30 orang). Mereka berpindah secara musiman dari satu tempat ke tempat lainnya. Pada waktu-waktu tertentu mereka diduga menemui kelompok lain untuk melakukan kegiatan upacara-upacara tertentu.
• Tradisi pembuatan alat penunjang kehidupan
Masyarakat pra aksara kepulauan Indonesia pada periode ini banyak meninggalkan beragam peninggalan budaya material berupa alat-alat fungsional penunjang kehidupan mereka. Dari hasil penelitian arkeologi diketahui bahwa alat-alat penunjang kehidupan masyarakat pra aksara pada periode ini sebagian besar terbuat dari kayu, batu, tulang, dan kulit kerang. Untuk alat yang terbuat dari kayu memang tidak ditemukan peninggalanya (karena mudah lapuk), tetapi dapat dipastikan kayu merupakan alat fungsional utama mereka. Di kepulauan Indonesia peninggalan alat-alat tersebut sangat banyak ditemukan.
Tradisi penggunaan alat-alat batu sebagai penunjang utama kehidupan manusia berkembang sebelum munculnya tradisi tembikar (preceramic). Industri alat batu ini terutama berupa alat batu yang diserpih yang pada umumnya tidak diasah. Tradisi alat batu serpih yang tidak diasah ini kemudian berkembang menjadi tradisi alat-alat dari kerakal batu (pebble) yang diasah tajamnya serta diperhalus. Semua tradisi alat-alat batu tersebut berasal dari kala Pleistosen akhir.
Tradisi penggunaan alat tulang sebagai alat penunjang kehidupan manusia dibuktikan dengan ditemukannya berbagai jenis peralatan yang berasal dari berbagai jenis tulang dengan bentuknya yang beragam. Temuan-temuan itu antara lain terdapat di tepian danau Mindanau (Minahasa) berupa lancipan tulang yang tertimbun bersama sampah kerang.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa tradisi masyarakat pra aksara Indonesia pada awalnya didominasi oleh tradisi membuat alat-alat fungsional yang terbuat dari kayu, batu, tulang dan kulit kerang sebagai upaya mereka untuk memenuhi kebutuhan hidup pokok berupa makanan. Tradisi berkaitan dengan kehidupan politik, seni, dan kepercayaan belum berkembang.
• Tradisi masyarakat yang berkaitan dengan kepercayaan
Kepercayaan manusia yang berkaitan dengan tradisi penyembahan sebagaimana yang berkembang pada masa-masa kemudian belum ada pada periode ini. Tidak terdapat bukti arkeologis yang mengungkap tentang dimensi religi masyarakat masa berburu dan meramu.
b.Tradisi masyarakat pra-aksara kepulauan Indonesia masa epi-paleolitik dan berburu
• Tradisi ekonomi
Dalam hal menghasilkan makanan, kebiasaan sebelumnya tetap dominan dilakukan. Masyarakat masih menggantungkan diri pada bahan makanan yang disediakan alam. Dalam hal ini, aktivitas berburu merupakan kegiatan utama manusia dalam upaya mereka menghasilkan makanan. Dalam hal pemilihan makanan, berbagai jenis tumbuhan dan makanan laut seperti ikan, kerang, burung laut dan hewan laut lainnya semakin penting dalam daftar makanan mereka. Di Indonesia timur pada periode ini ditemukan bukti bahwa ada kebiasaan masyarakat mengkonsumsi sejenis tikus raksasa (sekarang sudah punah) serta memakan areca (buah pinang).
• Tradisi sosial
Jika sebelumnya manusia lebih memilih daerah dataran rendah atau padang rumput dengan semak belukar dan hutan kecil sebagai tempat tinggal, maka pada periode ini kelompok manusia terutama banyak menghuni gua-gua dan ceruk-ceruk tepi pantai. Beberapa kelompok ada yang memilih menetap tetapi ada juga yang bersifat setengah menetap (semi sedenter). Mereka sudah mulai melakukan pembagian kerja. Diantaranya ada kelompok-kelompok yang mulai mengkhususkan diri berburu hewan tertentu dan membuat peralatan yang lebih beragam untuk kegiatan-kegiatan khusus.
• Tradisi penggunaan alat-alat penunjang kehidupan
Tradisi alat hidup mereka diantaranya menghasilkan aneka bentuk mata pisau dan alat-alat batu lainnya, disamping alat tulang.
• Tradisi kepercayaan melalui seni
Tradisi membuat lukisan, yang kemungkinan juga berkaitan dengan kepercayaan masyarakat sudah mulai muncul pada masa ini. Di wilayah Indonesia timur banyak ditemukan aneka bentuk lukisan yang catnya terbuat dari bahan hematit merah. Lukisan-lukisan itu mereka gambar pada dinding-dinding gua tempat tinggal mereka. Kebanyakan gambar-gambar itu adalah berupa cap tangan dan babi liar.
c. Tradisi masyarakat prasejarah kepulauan Indonesia masa bercocok tanam
• Tradisi ekonomi
Tradisi perekonomian masyarakat mengalami perkembangan pada masa ini. Jika sebelumnya banyak menggantungkan diri pada alam, mereka mulai mencoba mengupayakan bercocok tanam dan beternak, kendati masih dengan cara yang sangat sederhana.
Di wilayah timur kepulauan Indonesia masa antara 4.500 hingga 5.000 tahun lalu, kegiatan cocok tanam perladangan dan peternakan sudah dilakukan. Padi sudah mulai ditanam di wilayah Sulawesi bagian selatan. Pada waktu yang sama, tradisi beternak babi dan kambing sudah ada dalam wilayah yang luas yang meliputi Sulawesi hingga wilayah Timor. Pada waktu yang bersamaan dengan migrasi bangsa Austronesia ke Indonesia, penduduk Irian juga telah mengembangkan pertanian mereka sendiri terutama buah-buahan dan umbi-umbian. Perpaduan antara tradisi pertanin bangsa Austronesia dengan penduduk Irian telah membentuk pembauran mata pencaharian. Tumbuh-tumbuhan khasa Melanesia seperti sagu dan kenari dimanfaatkan di wilayah Maluku dan Irian. Berbeda dengan wilayah lainnya, tanaman padi nampaknya dikesampingkan di daerah ini.
Seiring dengan berkembangnya pola pikir, teknik dan model pertanian juga mengalami perkembangan. Mereka menemukan teknik pengairan, perawatan tanaman dan pemupukan. Dengan demikian pada periode ini telah terjadi pergeseran tradisi masyarakat dari yang semula bersifat food gathering berubah menjadi food producing.
• Tradisi sosial
Pada masa ini kehidupan masyarakat ditandai dengan berkembangnya tradisi neolitik. Manusia mulai menetap di desa-desa dengan jumlah penduduk antara 300 hingga 400 orang. Masyarakat pada masa ini juga telah menjalankan tradisi “jenjang sosial” dalam kelompok-kelompok kecil masyarakat. Jenjang sosial itu mereka dasarkan pada sejumlah prinsip tertentu. Prinsip paling utama adalah para keturunan pendiri permukiman atau yang pertama kali membuka lahan baru akan cenderung memiliki jenjang atau status sosial yang tinggi.
Kalau kita melihat masyarakat Austronesia tradisional dimanapun, nenek moyang selalu mendapat perhatian yang besar baik itu dalam seni maupun mitologi dan tradisi. Para pemimpin sering memperoleh kekuasaan karena mereka dapat menunjukkan jejak keturunan yang jelas dari nenek moyang pendiri marga atau suku. Dengan demikian kerabat pendiri yang mempunyai jenjang tinggi biasanya berpeluang memegang jabatan sebagai penguasa sekuler maupun keagamaan orang-orang seperti ini bisa memberi keputusan atas masalah-masalah desa, berhak menerima sumbangan makanan dan tenaga dari kelompok pendukung mereka. Mereka ini umumnya menunjukkan status mereka melalui kepemilikan atas barang-barang lambang kekayaan seperti guci Cina, manik-manik kuno, bangunan megalitik, senjata-senjata yang bagus, nekara dan sebagainya. Bukti kemakmuran lain dinyatakan melalui keberhasilan dalam pertanian dan membiakkan ternak, khususnya babi yang hasilnya bisa dipakai dalam pesta-pesta bergengsi.
Contoh dari masyarakat yang masih menerapkan sistem berjenjang yang asli adalah masyarakat Nias bagian selatan di lepas pantai barat Sumatera. Di beberapa kelompok masyarakat Kalimantan Tengah juga mempunyai sistem kelas yang didasarkan atas warisan, persekutuan antar keluaga serta kepemilikan benda-benda yang bernilai tinggi. Kelompok-kelompok masyarakat yang dimaksud seperti orang Kenyah, Kayan, dan Maloh. Mereka masih mempertahankan tiga atau empat lapisan sosial mulai dari bangsawan hingga ke budak. Para pemimpin mempertahankan status mereka melalui perkawinan campuran dengan keluarga-keluarga pemimpin di desa-desa lain. Pengorbanan budak dalam upacara kematian seorang pemimpin (seperti di Nias) juga terjadi di antara orang Kayan dan Melanau di Sarawak.
Dalam hal tradisi yang berkaitan dengan unsur kepercayaan diduga bahwa masyarakat sudah melakukan pemujaan terhadap roh nenek moyang mereka disamping kepercayaan akan kekuatan alam. Ada kelompok-kelompok yang mulai memilih pemimpin, diantara mereka.
• Tradisi kepercayaan
Masyarakat pada masa ini diperkirakan sudah mulai menjalankan tradisi pemujaan terhadap roh nenek moyang dan kekuatan alam yang dilambangkan atau disimbulkan dalam bentuk pembuatan patung-patung sebagai sarana pemujaan.
d.Tradisi masyarakat prasejarah kepulauan Indonesia masa perundagian
• Tradisi ekonomi
Perdagangan antar wilayah yang jauh, dengan komuditas utamanya adalah alat-alat yang terbuat dari bahan logam ini sudah mulai berkembang.
• Tradisi sosial
Kedua bahan baru tersebut (besi-perunggu dan emas) dalam perkembangannya menjadi lambang kedudukan atau tingkat sosial (stratifikasi sosial).
• Tradisi pembuatan alat logam
Pada periode tradisi pengecoran logam, besi dan perunggu kemungkinan besar dikenal dalam waktu yang bersamaan. Pada periode ini manusia telah mampu membuat alat-alat penunjang kehidupan mereka dari perunggu. Daerah asal kebudayaan ini adalah di Indo-Cina. Masuk ke Indonesia pada sekitar tahun 500 SM. Di Indonesia, benda-benda hasil
peninggalan zaman perunggu
diantaranya adalah nekara, jenis kapak, bejana, senjata, arca dan perhiasan. Situs-situs ditemukannya peninggalan perunggu meliputi Jawa, Bali, Selayar, Luang, Roti dan Leti.
Ada dua teknik pembuatan barang-barang dari perunggu. Teknik pertama adalah yang dikenal dengan teknik setangkup atau bivalve, dan teknik kedua adalah teknik cetakan lilin (a cire perdue).
Pertama, teknik bivalve
Teknik cetakan ini menggunakan dua cetakan dengan bentuk sesuai benda yang diinginkan yang dapat ditangkupkan. Cetakan diberi lubang pada bagian atasnya dan dari lubang tersebut kemudian dituangkan cairan logam. Bila sudah dingin, cetakan baru dibuka.
Kedua, teknik cetakan lilin (a cire perdue)
Teknik cetakan lilin menggunakan bentuk bendanya yang terlebih dahulu dibuat dari lilin yang berisi tanah liat sebagai intinya. Bentuk lilin dihias menurut keperluan dengan berbagai pola hias. Bentuk lilin yang sudah lengkap kemudian dibungkus dengan tanah liat. Pada bagian atas dan bawah diberi lubang. Dari lubang bagian atas kemudian dituangkan cairan perunggu dan dari lubang di bawah mengalir lelehan lilin. Bila cairan perunggu yang dituang sudah dingin, cetakan dipecah untuk mengambil bendanya yang sudah jadi. Cetakan seperti ini hanya dapat digunakan sekali saja.
Disamping tradisi pembuatan alat-alat perunggu manusia pada periode ini sudah mampu melebur bijih-bijih besi dalam bentuk alat-alat yang sesuai dengan keinginan dan kegunaannya. Benda-benda besi yang banyak ditemukan di Indonesia antara lain berupa mata kapak (banyak ditemukan dalam peti kubur batu di daerah Gunung Kidul, Jawa Tengah), berbagai jenis pisau dalam berbagai ukuran, mata sabit yang berbentuk melingkar, tajak, mata tombak, gelang-gelang besi dan sebagainya. Disamping perunggu dan besi, emas juga telah dimanfaatkan utamanya untuk membuat perhiasan dan benda-benda persembahan kubur.
• Tradisi penguburan
Dalam tradisi penguburan, masyarakat juga mempraktekkan bentuk-bentuk “penguburan sekunder”. Artinya setelah mayat dikubur dalam waktu yang lama, kuburnya kemudian dibongkar kembali, tulang-tulang yang sudah bersih dari daging kemudian disimpan dalam wadah khusus. Tradisi lain yang berkaitan dengan penguburan adalah kebiasaan menggunakan bangunan-bangunan megalitik. Tradisi ini antara lain ada di Sulawesi dan Borneo.
Khusus di Kalimantan, tepatnya pada masyarakat Dayak secara umum yang ada Kalimantan Timur, tradisi penguburan yang lazim dilakukan adalah penguburan sekunder. Pada awalnya masyarakat Dayak menggunakan gua sebagai tempat penguburan tetapi dalam perkembangannya pemanfaatan gua sebagai tempat penguburan mulai ditinggalkan. Memasuki masa megalitik, penguburan dengan menggunakan tempayan, dolmen mulai berkembang. Hal ini dibuktikan dengan banyak ditemukannya dolmen dan tempayan kubur di daerah sepanjang hulu Sungai Bahau, Kecamatan Long Pujungan, Kabupaten Malinau.
Di Jawa pada jaman sebelum pengaruh India masuk, ada pula tradisi pembuatan “rumah-rumah mayat” yang diletakkan di atas tiang-tiang yang digunakan untuk penguburan sekunder. Di Kalimantan, terutama di Kecamatan Putussibau, Kabupaten Kapuas Hulu, Kalimantan Barat dimana suku Dayak Taman tinggal, tradisi penguburan dengan membuat “rumah-rumah mayat” disebut dengan kulambu. Merupakan pondok penyimpanan lungun atau peti jenazah orang yang tumate atau telah meninggal. Di pondok itulah jenazah para leluhur, orang tua dan anak-anak disemayamkan. Dalam kulambu tidak hanya diisi lungun saja tetapi juga ipalolaang mate atau benda-benda yang disertakan pada jasad, yang kemungkinan besar adalah sebagai bekal kubur.
e. Tradisi masyarakat pada masa transisi prasejarah menuju sejarah
• Tradisi ekonomi
Masyarakat prasejarah Indonesia pada waktu beralih ke periode sejarah berada dalam periode bercocok tanam dan penggunaan logam. Bangsa Austronesia yang berekspansi ke kepulauan Indonesia membawa serta tradisi ekonomi yang sepenuhnya pertanian (cocok tanam), termasuk tanaman padi. Disamping itu mereka juga mengenalkan tembikar dan alat baru, yaitu beliung batu bertajaman satu sisi. Meski demikian masyarakat kepulauan Indonesia masih melakukan aktivitas berburu dan mengumpulkan makanan baik di darat maupun di laut.
Pemburu dan pengumpul makanan non-Austronesia mengalami penurunan dalam jumlah yang terus berkurang selama seribu tahun ekspansi Austronesia. Selama seribu tahun, antara 500 SM hingga 500 M, kepulauan Indonesia tergabung dalam lingkungan interaksi budaya yang luas. Perkembangan dan pengenalan unsur budaya baru yang utama pada masa ini diantaranya adalah metalurgi dan budidaya sapi dan kerbau yang muncul bersamaan dengan meningkatnya peran pertanian padi berteras dan beririgasi di daerah-daerah tertentu.
• Tradisi sosial
Pada masa peralihan ini, penelitian menunjukkan bahwa secara sosial masyarakat telah tersusun secara lebih komplek dengan melembagakan stratifikasi sosial dan sistem kepemimpinan. Tradisi kehidupan sosial mereka dapat diterangkan sebagai berikut:
Para pemimpin masyarakat dan pembantu mereka bertanggung jawab atas kelangsungan dan kesejahteraan masyarakat. Model kepemimpinan didasarkan atas kepercayaan dan bukan pada kekuasaan yang diwariskan. Ini berbeda dengan periode sebelumnya, dimana model kepemimpinan masyarakat lebih di dasarkan pada kekuasaan yang diwariskan. Orang yang memperlihatkan kemampuan memimpin akan dihormati dan dihargai setelah meninggal.
• Tradisi penguburan
Pada abad pertama tarik masehi, tradisi penguburan baik dengan tempayan maupun sarkofagus mencerminkan kedudukan sosial. Orang yang dikubur dalam suatu wadah bersama benda bekal kubur memiliki kedudukan sosial berbeda dibanding dengan mereka yang dikubur tanpa peti mati. Bekal kubur itu diantaranya adalah berupa kapak segi empat, gelang batu, gerabah tanah liat, alat-alat besi, gelang perunggu, manik-manik dari kaca. Disamping pemberian bekal kubur tempat penguburan berupa kubur batu dengan dinding yang dilukis juga menunjukkan penghormatan tersebut. Beberapa kubur lempeng batu dan peti batu (sarkofagus) diantaranya ditemukan di Bondowoso (Jawa Timur), Kuningan (Jawa Barat).
Disamping di wilayah barat Indonesia, kebiasaan mengubur mayat bersama bekal kubur berkembang pula di wilayah timur Indonesia. Penggalian situs Melolo (Sumba Timur) mengungkap tentang tradisi pemakaman dengan bekal kubur. Situs ini berisi juga ratusan kubur sekunder dengan tulang-tulang orang yang meninggal dimasukkan dalam kotak batu bergaris tengah 25 – 50 cm berikut benda-benda seperti manik-manik, perhiasan dari kerang dan batu serta tembikar termasuk kendi berleher panjang.
Local genius masyarakat Indonesia masa peralihan
Menurut Brandes, pada akhir zaman prasejarah atau masa menjelang zaman sejarah nenek moyang bangsa Indonesia telah memiliki 10 macam kepandaian utama.
• Kepandaian bersawah
Dimulai pada jaman neolitikum dengan sistem huma. Berkembang sampai jaman perundagian dengan menggunakan lahan basah (pola pertanian menetap).
• Kemampuan berlayar
• Dilakukan dengan memanfaatkan perahu bercadik yang menjadi ciri khas masyarakat maritim Indonesia.
• Mengenal astronomi atau ilmu perbintangan
• Pengaturan masyarakat
Dimulai pada jaman megalitikum, yang ditandai munculnya “perkampungan” tradisional dan adanya pemimpin masyarakat yang dipilih secara musyawarah.
• Mengenal sistem macapat
Yaitu suatu tata cara dalam menata wilayah yang didasarkan pada pembangunan 4 tempat penting, yaitu pasar, tempat ibadah, penjara dan istana.
• Kepandaian dalam hal pertunjukan wayang
Berawal dari kepercayaan pada roh nenek moyang yang meninggal.
• Kepandaian dalam hal seni gamelan
Dipakai untuk mengiringi pertunjukan wayang atau mengiringi upacara keagamaan.
• Kepandaian dalam hal membatik dan menenun
• Kepandaian membuat alat-alat dari logam
Dimulai sejak jaman prasejarah. Dan berkembang pada periode perundagian.
• Kemampuan dalam perdagangan
• Kemampuan bidang ini terkait dengan kemampuan bangsa Indonesia dalam bidang pelayaran. Pada awalnya dilakukan dengan sistem barter.
3. Jejak Sejarah Dalam Sejarah Lisan di Berbagai Daerah di Indonesia
Diantara banyak bahasa dan dialek di Indonesia, hanya delapan yang memiliki sastra tertulis. Beberapa daerah tertentu di Indonesia tulisan merupakan hal baru. Masyarakat yang tidak mengenal aksara ini memelihara dan menyampaikan pengetahuannya (adat kebiasaan, sejarah, ajaran moral, agama, kedudukan sosial dan sebagainya) sangat mengandalkan kata lisan. Tradisi lisan ini terpelihara secara turun-temurun dalam bentuk misalnya cerita rakyat, mitologi, dongeng dan legenda.
a. Jejak Sejarah Dalam cerita rakyat
Cerita rakyat adalah tradisi lisan yang tumbuh dan berkembang dalam masyarakat tertentu. Cerita rakyat bisa dikategorikan dalam tradisi lisan (oral tradition), sebagai oral testimony transmitted verbally, from one generation to the next one or more. Tradisi lisan ini terbatas pada kebudayaan lisan pada masyarakat yang belum mengenal tulisan. Cerita rakyat sebagai tradisi lisan berkembang dari jaman ke jaman yang diceritakan secara turun-temurun dari satu generasi ke generasi berikutnya. Tema cerita sangat beragam, ia bisa berkaitan dengan kerajaan, kehidupan penguasa (raja), dewa, orang-orang yang dianggap suci, dan sebagainya.
b.Jejak Sejarah Dalam Mitologi
Secara sederhana mitos (mite) dapat didefinisikan sebagai bentuk cerita rakyat yang kebenarannya dianggap sebagai sesuatu yang benar-benar terjadi, bahkan dianggap suci oleh masyarakat dimana mitos itu berkembang. Contoh: cerita tentang terjadinya gunung Tengger, gunung Batok, cerita tentang Barong, Leak (Bali) dan sebagainya.
c. Jejak Sejarah Dalam Dongeng
Adalah cerita rakyat yang berkembang pada masyarakat tertentu yang nilai kebenarnya tidak pernah ada, di dalamnya hanya terdapat khayalan. Ia lebih bersifat hiburan, dan berisi ajaran moral dan kebaikan. Contoh: dongeng tentang binatang tertentu, dongeng tentang tokoh manusia dan sebagainya.
d. Jejak Sejarah Dalam Legenda
Sama seperti mitos, legenda merupakan cerita rakyat yang dianggap benar-benar terjadi. Hal yang membedakan adalah bahwa tema dalam legenda lebih bersifat keduniawian. Contoh: cerita tentang Calon Arang, legenda tentang si manis jembatan ancol dan sebagainya.
4. Nilai, Norma dan Tradisi yang Diwariskan Dalam Sejarah Lisan Indonesia
Sejarah lisan merupakan karya sastra daerah yang disampaikan secara lisan oleh pendukung sastra lisan tersebut. Hampir semua daerah di Indonesia memiliki dan mengenal sastra lisan. Bentuk penyampaian sastra lisan ini antara lain melalui tukang cerita. Selain berbentuk cerita prosa, penyampaian sastra lisan juga berbentuk sajak, peribahasa dan pantun
Sejarah atau kisah lisan memiliki beberapa kaidah atau norma pokok sebagai berikut:
• Lazimnya menggunakan pola dan susunan baku untuk membantu pencerita memproses ucapan dan mengingat teksnya
• Cerita tersusun dari serangkaian perisitiwa yang benar-benar terjadi atau hanya sekedar dongeng khayalan.
• Pencerita mengikuti kerangka kerja dasar tetapi tidak ada antar pencerita satu dengan yang lain yang memiliki cara yang sama dalam menceritakan satu kisah. Mereka akan menambhkan gaya dan sikapnya sendiri, memperbesar peran tokoh tertentu yang mereka sukai atau sebaliknya memperkecil peran tokoh yang tidak disukai, menambah kelucuan dan lain sebagainya.
Tradisi lisan di Indonesia saat ini semakin tidak berkembang, kalah dengan radio, televisi ataupun media cetak. Meneruskan pengetahuan yang terwujud dalam tradisi lisan atau “tulisan di lidah” merupakan tantangan bagi kebudayaan dan masyarakat Indonesia yang sedang berubah, seperti saat sekarang ini.
B. Tradisi Sejarah Masyarakat Pada Masa Aksara
Berbeda dengan masyarakat pra-aksara,
masyarakat masa aksara mewariskan masa lalunya dalam berbagai bentuk
peninggalan yang lebih beragam, baik itu melalui tutur, tulisan maupun
benda budaya.
1.Cara Masyarakat Masa Aksara Mewariskan Masa Lalunya Melalui Tutur/Lisan
1.Cara Masyarakat Masa Aksara Mewariskan Masa Lalunya Melalui Tutur/Lisan
Salah satu cara yang lazim dipakai oleh masyarakat yang memiliki tradisi lisan dalam mewariskan masa lalu mereka adalah melalui dongeng. Dongeng itu sendiri disampaikan dalam beragam bentuk cara, antara lain adalah sebagai berikut:
a.Pertunjukan wayang
• Wayang beber
Merupakan bentuk seni pertunjukan tradisional wayang, dimana wayangnya sendiri dilukis pada gulungan kulit kayu, yang diantaranya menggambarkan ksatria mitis pada jaman dahulu. Dengan media gulungan kulit kayu itulah dalang menggambarkan kisahnya. Adegan-adegan yang tergambar pada gulungan itu diuangkapkan dalam penceritaan yang berkesinambungan.
Wayang beber sebagai seni pertunjukan pertama kali didokumentasikan oleh dua orang Cina yang bernama Ma Huan dan Fei Xin yang sedang mengunjungi Jawa pada tahun 1416. pada waktu itu keduanya menyaksikan banyak orang yang berjongkok di depan pencerita sambil mendengarkan apa yang sang pencerita ucapkan. Pada abad ke-19, Raffles menulis hal yang sama dalam bukunya, History of Java.
• Wayang kulit
Berbeda dengan wayang beber, wayang kulit dalam menggambarkan suatu kisah atau peristiwa dengan menggunakan tokoh-tokoh tertentu yang disimbulkan. Dalang menggelar pertunjukan di depan layar lebar dan menghidupkan wayang-wayangnya dengan menirukan berbagai suara dan bunyi-bunyian. Cerita dalam wayang ini banyak bersumber dari legenda dan kisah lisan sastra tulis dari India dan Jawa sendiri. Miisalnya cerita tentang Baratayuda, Ramayana, cerita Karna gugur dan sebagainya.
b. Pertunjukan Mak Yong
Mak Yong merupakan seni pertunjukan. Tradisi ini berasal dari Pattani, Thailand bagian Selatan pada abad ke-16. Di Indonesia, tradisi lisan dalam bentuk pertunjukan Mak Yong ini berkembang di daerh pesisir barat Sumatra. Pada awalnya fungsi utama Mak Yong ini adalah sebagai bentuk penghormatan kepada Yang Maha Kuasa. Tetapi dalam perkembangannya lebih sarat akan hiburan. Banyak dimainkan oleh para nelayan dan pedagang. Kisah-kisah dalam Mak Yong banyakmengkisahkan tentang realitas hidup masyarakat jaman dulu. Ceritanya dipertunjukkan dalam bentuk prosa, tanpa naskah. Para pemainnya dapat bebicara tanpa persiapan khusus, bahkan dapat memperpanjang pertunjukan.
c. Pertunjukan Didong
Didong merupakan bentuk kesenian tradisional orang Gayo di daerah Aceh. Pertunjukan didong sering berbentuk pertandingan antara dua kelompok yang saling berkelakar sambil membuat sajak improvisasi yang disebut syair. Syair-syairnya biasanya berisikan tentang legenda kisah-kisah tertentu dan asal-usul suatu wilayah atau tempat. Pada awalnya Didong diadakan sebagai bagian dari keramaian untuk merayakan perkawinan, hari-hari libur penting, dan upacara tradisional lainnya. Dalam perkembangannya kemudian mengalami pergeseran sebagai cara untuk menghormati dan menghibur tamu.
d. Pertunjukan Tanggomo
Tanggomo merupakan bentuk puitis sastra lisan yang berasal dari Gorontalo, Sulawesi Utara. Berisikan syair-syair yang didalamnya mengkisahkan tentang hal-hal yang sedang hangat atau peristiwa menarik setempat. Selain menghibur, Tanggomo juga juga memberi banyak informasi berupa peristiwa sejarah, mitos, legenda, kisah keagamaan, dan pendidikan.
e. Nyanyian-nyanyian yang berisi kisah-kisah
Melalui nyanyian inilah masyarakat yang tinggal di daerah pedalaman Kalimantan bagian Tengah mewariskan sejarah kehidupan masyarakat masa lalu. Misalnya dalam pertunjukan Takna Lawe.
2. Cara Masyarakat Masa Aksara Mewariskan Masa Lalunya Melalui Tulisan
Salah satu hasil budaya manusia adalah berupa tulisan. Tradisi tulis di Indonesia memiliki sejarah yang panjang. Dimulai oleh prasasti yang menggunakan aksara Palllawa dari India, yang kemudian diikuti oleh aksara baru yang telah dikembangkan untuk menulis pada berbagai media yang telah dipersiapakan.
Tulisan asli yang berkembang pada masyarakat kepulauan Indonesia pada periode klasik Indonesia menurut J. L.. A. Brandes (1887) merupakan hasil dari proses interaksi bangsa Indonesia dengan budaya India. Dikenalnya tulisan oleh masyarakat kepulauan Indonesia menurut Brandes merupakan barang baru yang dikenal oleh masyarakat, dan tidak masuk dalam 10 kepandaian asli bangsa Indonesia, sebelum pengaruh India masuk (1887). Adapun tulisan yang pertama kali dikenal adalah tulisan yang menggunakan aksara Pallawa.
Dengan dikenalnya aksara Pallawa, atau sering juga disebut dengan huruf Pascapallawa, nenek moyang bangsa Indonesia mampu mendokumentasikan pengalaman dalam kehidupannya. Terbitnya prasasti-prasasti dari kerajaan-karajaan kuna, penggubahan karya sastra dengan berbagai judul, serta dokumentasi tertulis lainnya melalui media lontar, kulit binatang atau kulit katu adalah berkat dikenalnya aksara Pallawa. Bahkan di masa kemudian aksara Pallava itu kemudian “dinasionalisasikan” oleh berbagai etnis Indonesia, maka muncullah antara lain aksara Jawa Kuna, Bali Kuna, Sunda Kuna, Lampung, Batak, dan Bugis.
a. Melalui Prasasti
Prasasti adalah piagam atau dokumen yang ditulis pada bahan yang keras dan tahan lama, umumnya adalah batu. Disamping batu media penulisan lainnya adalah kayu, dan logam. Istilah lain dari prasasti adalah inskripsi (bahasa Latin) atau batu tertulis.
Wilayah kepulauan Indonesia segera memasuki zaman sejarahnya ketika sumber tertulis yang berupa prasasti awal telah dijumpai di wilayah ini. Prasasti-prasasti pertama itu terdapat di wilayah Jawa bagian Barat dan Kalimantan Timur. Di Jawa bagian Barat berkembang kerajaan yang bercorak kebudayaan India pertama kali, yaitu Tarumanagara yang salah satu rajanya bernama Purnavarman. Sementara itu di Kalimantan Timur juga berkembang sistem kerajaan yang sama, berkat peninggalan-peninggalan prasasti Yupa yang masih bertahan hingga kini, diketahui adanya kerajaan kuno di wilayah Kutai, rajanya yang dikenal dalam prasasti bernama Aswawarmman.
Dari Yupa ketiga peninggalan Kerajaan Kutai misalnya kita mendapat informasi tentang kondisi kerajaan masa pemerintahan Mulawarman.
“...biarlah mereka mendengar tentang hadiahnya (raja Mulawarman) yang luar biasa, ternak, pohon, keajaiban dan tanah. Karena banyaknya perbuatan baik, tiang pengorbanan ini didirikan oleh para pendeta”
Walaupun di kedua lokasi tersebut prasasti-prasastinya belum mencantumkan kronologi yang pasti, tetapi dapat diduga bahwa kerajaan-kerajaan pertama di bumi Nusantara itu berkembang pada sekitar abad ke-4 M.
Prasasti yang berangka tahun pertama dijumpai di wilayah Jawa bagian tengah, disebut prasasti Canggal yang berangka tahun 652 Saka atau 732 M. Prasasti itulah yang merupakan bukti awal bahwa nenek moyang bangsa Indonesia telah menghitung tahun, dan sistem penghitungan yang dipakai mereka adalah penghitungan tahun Saka dari kebudayaan India. Sejak saat itu masyarakat Jawa Kuno seterusnya mencantumkan data kronologi untuk mencatat peristiwa-peristiwa penting yang terjadi dalam kehidupannya.
Dengan demikian keberadaan prasasti sebagai salah satu peninggalan sejarah memberi sumbangan penting dalam penelitian kesejarahan, yang memberi banyak informasi pada orang-orang yang hidup sekarang tentang peristiwa, prestasi dan berbagai hal yang terjadi di masa lalu yang berguna bagi pengembangan pengetahuan.
b. Melalui Lontar
Disamping media batu dan logam, dikenal juga media tulis yang disebut lontar yang terbuat dari bambu, daun palem atau daun tal. Lontar adalah daun palem tal atau borassus flabellifer yang telah dikeringkan yang banyak digunakan selama berabad-abad lamanya sebagai alas tulis di Jawa, Bali, Lombok. Bahkan di Bali pemanfaatan lontar sebagai alas tulis masih banyak dipakai oleh masyarakat tradisional. Tulisan ditoreh di kedua sisi daun dengan menggunakan pisau tajam, lalu hurufnya dihitamkan dengan memakai jelaga. Halaman-halamannya, yaitu antara lontar yang satu dengan yang lainnya dirangkaikan dengan tali memalui lubang di tengah dengan dua papan kayu sebagai penutup. Tradisi ini berkembang di hampir semua wilayah kepulauan Indonesia, utamanya adalah Jawa.
c. Melalui Kulit Kayu atau Pohon dan Kulit Binatang
Disamping menggunakan media batu, logam atau lontar masyarakat masa sejarah Indonesia membuat catatan tentang berbagai hal yang berkaitan dengan kehidupan mereka dengan menggunakan media kulit kayu atau kulit pohon. Bagian kulit yang dipakai adalah kulit pohon bagian dalam. Tradisi menulis dengan media kulit pohon ini di kepulauan Indonesia diantaranya banyak dijumpai di daerah yang sekarang dikenal dengan Batak. Kulit pohon ini banyak dipakai oleh para peramal Batak untuk menuliskan mantra-mantra tentang sihir atau ramalan dan pengobatan. Tulisan yang berisi bacaan mantra atau sihir dan pengobatan yang dimuat dalam kulit pohon itu kemudian mereka susun dalam satu rangkaian naskah buku lipat yang disebut dengan pustaha.
d.Media tulis lain sebagai sumber pewarisan sejarah
• Emas, tembaga dan perak
Emas, tembaga dan perak juga dipakai sebagai alas tulis untuk urusan yang memiliki makna penting, yang bersifat khusus. Salah satu contohnya adalah penemuan kipas yang terbuat dari emas masa kebesaran Kerajaan Johor, Riau. Dalam kipas emas tersebut termuat tulisan yang memberikan informasi tentang prasasti Melayu yang menyatakan asal usul sultan dari Bukit Siguntang serta keturunanannya dari Iskandar Agung.
• Daun nipah
Hampir sama dengan daun palem tetapi lebih tipis. Tulisan ditorehan dengan menggunakan tinta atau kuas. Jadi tidak menggunakan pisau. Diantara naskah Jawa kuno yang merupakan peninggalan tradisi tulis abad ke-14, adalah naskah kuno yang tertulis dalam daun nipah yang sekarang tersimpan di perpustakaan Universitas Leiden, Belanda.
• Bambu
Bambu dipakai sebagai alas tulis setelah sebelumnya dioles dan dikeringkan. Penggunaan bambu sebagai alas tulis banyak ditemukan di Sumatra diantara orang-orang Batak, Lampung dan Rejang. Bambu dibelah menjadi lembaran-lembaran lalu dikeringkan dan dirangkaian seperti daun palem atau dibiarkan dalam bentuk tabung dan teks atau tulisannya ditoreh dengan pisau tajam.
• Dluwang
Merupakan alas tulis halus dengan penampilan seperti kayu dan terbuat dari kulit pohon murbei yang dipukuli. Meskipun dekenal sebagai kertas Jawa, sebanarnya dluwang bukanlah kertas, karena tidak terbuat dari endapan encer. Dluwang kebanyakan digunakan di Jawa untuk menulis naskah-naskah berbahasa Arab dan Jawa seperti pawukon atau primbon.
Hampir semua pustaka Jawa kuno baik yang ditulis di lontar, maupun media tulis lainnya ditulis dalam bentuk puisi. Berbagai naskah kuno semakin bekembang pada masyarakat kepulauan Indonesia, terutama setelah dikenalnya media kertas. Muncul kemudian naskah kuno dalam bentuk primbon yang ditulis dengan menggunakan bahasa Melayu dan Jawi kuno. Perkembangan terbesar terjadi setelah kedatangan pengaruh agama dan kebudayaan Islam di nusantara, sekitar abad ke-13.
3. Tradisi Sejarah Masyarakat Masa Aksara Kepulauan Indonesia
Tradisi sejarah masyarakat pada masa setelah ditemukannya tulisan diketahui dan disusun berdasarkan peninggalan tertulis dan peninggalan alat-alat penunjang kehidupan masyarakat. Karena masyarakat sudah mengenal tulisan, maka mereka mewariskan dan menggambarkan tradisi-tradisi sejarah mereka dalam bentuk tulisan, baik itu dalam prasasti, maupun kesusastraan. Artinya melalui media-media tulisan tersebut kita yag hidup sekarang mendapatkan pengetahuan dan informasi tentang banyak hal yang berkaitan dengan sejarah masa lalu.
Pola tradisi masyarakat senantiasa mengalami perkembangan dan perubahan seiring dengan berkembangnya tingkat kecerdasan manusia. Berdasar pada pemikiran tersebut, untuk lebih memudahkan pemahaman tentang tradisi masyarakat Indonesia masa sejarah, perlu dibuat periodisasi berdasarkan pola-pola umum yang berkembang pada masing-masing periode.
a. Tradisi masyarakat kepulauan Indonesia masa awal sejarah
Periode sejarah Indonesia dimulai dengan munculnya prasasti-prasasti pertama di Indonesia yang berasal dari akhir abad ke-4 atau awal abad ke-5 M. Sejarah atau ilmu yang mempelajari catatan tertulis, secara teknis dimulai pada saat tersebut. Sayang sekali selama abad-abad pertama setelah bangsa Indonesia mulai menulis pada batu, kegiatan ini relatif jarang dilakukan. Topiknya pun terbatas pada pencatatan peristiwa-peristiwa keagamaan serta doa-doa. Baru menjelang akhir abad ke-7 dan awal abad ke-8, prasasti di Indonesia mulai memberi cukup banyak keterangan rinci sehingga tradisi-tradisi masyarakat yang berkembang pada masa itu dapat diketahui. Diantara bentuk-bentuk tradisi yang masyarakat kembangkan pada masa sejarah awal Indonesia adalah:
• Tradisi perekonomian
Disamping pertanian, bukti linguistik menunjukkan bahwa bangsa Indonesia telah melakukan aktivitas perniagaan yang tidak hanya sebatas antar wilayah kepulauan nusantara saja tetapi sudah meluas ke luar negeri. Dicontohkan bahwa orang-orang Indonesia bahkan telah sampai ke Madagaskar pada awal milinium pertama Masehi. Sejarawan dari Romawi, Plyni menggambarkan hal ini. Banyak orang-orang yang membawa kayu manis ke Afrika Timur melewati Samudra Hindia. Dalam perjalanan pulang mereka membawa serta kaca, perunggu, pakaian, gelang dan kalung. Sumber berita Yunani dan Cina menyatakan bahwa para pedagang Indonesia adalah pedagang Asia Tenggara yang pertama kali mencapai Madagaskar. Perniagaan dengan Cina pun sudah berkembang. Barang dagangan Indonesia seperti cengkih mencapai istana dinasti Han di Cina utara pada sekitar 2000 tahun yang lalu, mencapai Roma tahun 70 Masehi.
Perdagangan dengan Cina
Perdagangan langsung dengan Cina dimulai antara tahun 250 hingga 400 M. Misi-misi dagang Cina sering dikirim ke luar negeri untuk mencari “barang langka dan berharga” untuk persembahan pada raja. Pada masa dinasti Han (206 SM-220 M) misalnya, duta-duta resmi kerajaan dikirim ke luar negeri. Pun sebaliknya duta-duta dari Indonesia mulai mengunjungi Cina, yang kemungkinan besar adalah untuk memastikan agar hak-hak dagang mereka tetap diakui. Laporan Cina (414 M) merupakan bukti pertama bahwa kapal-kapal berlayar langsung dari Indonesia ke Cina. Barang dagangan utama adalah mutiara, kulit penyu, dupa serta minyak wangi yang langka untuk upacara keagamaan seiring dengan makin berkembangnya aliran Budha Mahayana. Sayangnya kebanyakan barang dagangan Indonesia seperti rempah-rempah, dupa, pakaian dan bulu burung mudah hancur, sehingga sebagian besar situs penting Indonesia selama menjalin hubungan dengan Cina tidak diketahui.
Dengan bertambah banyaknya data selama abad ke-8 dan 9 kita mencatat bahwa masyarakat kepulauan Indonesia terutama yang berada di bagian barat sudah terkait erat dalam suatu jaringan internasional yang luas, yang dihubungkan oleh ikatan-ikatan keagamaan dan perdagangan.
• Tradisi sosial
Tradisi sosial masyarakat pada masa ini masih merupakan upaya mempertahankan kebiasaan masyarakat sebelumnya. Para penguasa, bangsawan dan orang-orang kaya berupaya mempertahankan stratifikasi sosial yang sudah ada. Tujuannya tidak lain agar rakyat biasa tetap menghormati mereka.
• Tradisi penggunaan alat-alat penunjang kehidupan
Pada masa awal sejarah ini penggunaan alat-alat logam (terutama besi) untuk kegiatan pertanian semakin menonjol. Tradisi pembuatan gerabah juga semakin meningkat, baik jumlah, mutu barang, keragaman fungsi, maupun teknologi yang digunakan.
• Tradisi seni dan sastra tulis
Tradisi melukis pada dinding-dinding gua sudah jauh ditinggalkan. Masyarakat mulai mengenal tradisi pahat (seni pahat) dengan bahan dasar utamanya adalah batu, dan perunggu. Sedangkan yang berkaitan dengan sastra tulis, pada masa ini masyarakat terutama kalangan bangsawan telah mengenal bahasa Sanskerta dan aksara Pallawa (pengaruh India). Tradisi dengan bahasa dan huruf India tersebut baru terbatas pada orang-orang tertentu saja.
• Tradisi kepercayaan masyarakat
Berdasarkan sumber prasasti, tradisi kepercayaan masyarakat kepulauan Indonesia masih bersifat animisme dan dinamisme. Prasasti-prasasti di Jawa biasanya berisikan kutukan terhadap siapa saja yang menggangu keamanan, dengan memanggil roh penunggu gunung dan makluk gaib lain. Prasasti Kuti (804 M) berisi upacara pemanggilan terhadap enam jenis roh. Kepercayaan pada yang gaib biasanya disimbulkan atau dihubungkan dengan “lumpang batu” (mirip seperti kebudayaan masyarakat prasejarah).
b. Tradisi masyarakat kepulauan Indonesia masa sejarah klasik awal
• Tradisi perekonomian
Pertanian tetap merupakan tradisi perekonomian utama masyarakat, disamping perniagaan dan pelayaran. Dilihat dari jenis tanamannya, penanaman padi secara intensif sudah diperkenalkan sejak awal periode sejarah klasik Indonesia. Banyak perkakas batu dan logam yang ditemukan dibeberapa tempat diduga digunakan untuk kegiatan cocok tanam khususnya tanaman padi.
Dalam relief-relief candi (seperti pada relief candi Borobudur) kita mendapat banyak gambaran tentang perkembangan tradisi pertanian masyarakat Indonesia. Dari sumber prasasti seperti prasasti Tugu (dekat Jakarta) diperoleh keterangan mengenai pengelolaan air di Indonesia. Prasasti ini berasal dari masa kerajaan Tarumanegara, menggunakan bahasa Sanskerta dan huruf Pallawa. Isi terjemahannya adalah bahwa raja Purnawarman memerintahkan penggalian saluran sepanjang 11 km. Aktivitas penggalian saluran air ini kemungkinan dimaksudkan untuk aktivitas pertanian dan pencegahan banjir. Beberapa prasasti lainnya yang berasal dari Jawa Timur menyebut sumbangan-sumbangan raja untuk pembangunan bendungan dan saluran-saluran yang meungkin mempunyai beberapa manfaat penting yang diantaranya adalah sebagai saluran irigasi.
Disamping adanya sawah irigasi lahan kering juga dimanfaatkan untuk menanam berbagai jenis tanaman lainnya seperti sayur dan buah. Bukti lebih jelas lagi terdapat pada prasasti Longan Tambahan yang ditulis pada masa raja Sri Dharmawangsa Wardhana (1023). Di dalamnya disebutkan tentang tahap-tahap dalam penanaman padi, yaitu amabaki (membersihkan sawah sebelum dibajak), amaluku (membajak), atanam (menanam), amatun (menyiangi), ahani (memanen) dan anutu (menumbuk padi).
Bukti berupa sumber-sumber sastra
Sejarawan sudah meneliti keterangan tentang pertanian yang terdapat dalam naskah klasik. Memang dalam karya sastra klasik tersebut belum ditemukan keterangan yang menyebutkan bahwa alat-alat seperti cangkul dan bajak digunakan dalam pengerjaan pertanian. Tetapi gambaran umum adanya aktivitas pertanian di Indonesia terdapat dalam karya-karya sastra tersebut.
Kitab Arjunawiwaha dan Sutasoma misalnya memberi pengetahuan rinci tentang tradisi pertanian masyarakat Indonesia masa sejarah klasik awal. Dalam Arjunawiwaha diceritakan bahwa ketika Majapahit diperintah oleh Hayam Wuruk (Rajasanagara) pembangunan bendungan sangat intensifkan. Air bendungan kemudian disalurkan dari bendungan itu ke sawah-sawah yang diberi pematang. Sawah pertama yang menerima air dinamakan pasimpangan. Dari sawah-sawah ini air kemudian diteruskan ke sawah lain. Sedang kitab Sutasoma banyak menceritakan tentang aktivitas para petani yang menyiangi padi di ladang-ladang mereka.
Bukti-bukti etnografi
Perbandingan etnografi memberi kita pengetahuan mengenai kebiasaan penanaman padi pada masa kuno. Petani tradisional Jawa misalnya sampai sekarang banyak yang masih menggunakan teknologi dan cara-cara tradisional. Penghitungan waktu tanam yang baik, upacara-upacara ritual masa panen seperti sesaji sampai sekarang masih dipakai oleh masyarakat petani Jawa. Kegiatan yang kemungkinan besar sudah dilakukan oleh petani jaman sejarah klasik awal.
Sumber berita Cina
Menurut catatan sejarah Cina, pada abad ke-13 atau sebelumnya, beras Jawa sudah diekspor ke Sumatera dan kemungkinan juga ke bagian lain kepulauan Indonesia. Ini jelas menunjukkan bahwa aktivitas pertanian (sawah) sudah menjadi mata pencaharian utama masyarakat.
Transaksi jual beli atau tukar menukar barang sudah dikenal masyarakat periode sejarah. Sebagian besar penduduk pedesaan mempunyai hubungan ke “pasar berkala” (pekan) yang berputar berdasarkan daur lima hari sekali buka. Hingga sekarang tradisi pasar demikian masih banyak dijumpai di desa-desa Jawa. Berdasar sumber prasasti, barang-barang yang mereka bawa ke pasar tidak hanya sebatas pada beras saja, tetapi juga kacang-kacangan, sayuran, buah, ayam dan telur. Tradisi penjaja keliling juga telah dikenal. Untuk mendapat barang yang diinginkan, dilakukan dengan sistem transaksi menggunakan uang (uang emas dan perak) dan barter. Peningkatan intensitas perdagangan dalam negeri menuntut adanya mata uang yang mudah dipergunakan. Menjelang akhir abad ke-8 masyarakat telah mengenal uang dalam bentuk uang koin atau logam yang terbuat dari emas dan perak dengan ukuran-ukuran tertentu.
• Tradisi sosial
Berdirinya kerajaan-kerajaan kuno telah memunculkan tradisi pemujaan rakyat pada raja, karena raja dianggap sebagai titisan dewa di dunia. Kesenjangan sosial dan stratifikasi sosial dalam masyarakat semakin besar dan lebar. Spesialisasi atau pengkhususan pekerjaan semakin nyata.
• Tradisi penggunaan alat-alat penunjang kehidupan
Tradisi pembuatan alat-alat penunjang aktivitas pertanian makin meningkat. Sementara itu pembuatan perahu sebagai unsur penting penunjang aktivitas pelayaran dan perniagaan juga mengalami kemajuan. Masyarakat juga mulai mengenal pembuatan batu bata. Tradisi pembuatan gerabah dilakukan dengan menggunakan alat pemutar. Tradisi pengerjaan emas juga semakin modern.
• Tradisi seni dan sastra tulis
Tradisi pahat batu dan perunggu semakin berkembang pada periode ini. Para pemahat Jawa misalnya, mulai menciptakan relief naratif yang membentuk suatu cerita. Contoh relief pada dinding candi Borobudur. Tradisi pembuatan patung-patung batu dan perunggu juga berkembang. Pada masa ini epos Mahabharata dan Ramayana dari India telah diterjemahkan dalam bahasa Jawa Kuno. Demikian juga dengan kitab ajaran Budha yang berbahasa Sanskerta juga telah diterjemahkan dan disebarluaskan. Teks tertua berisi ajaran Budha yang ditulis di Indonesia yang dikenal dengan Sang Hyang Kamahayanikan ditulis pada periode sejarah klasik awal.
• Tradisi masyarakat yang berkaitan dengan dimensi kepercayaan
Pengaruh Hindu dan Budha pada masa ini mulai menyebar khususnya sepanjang jalur perdagangan (daerah pesisir pantai). Akan tetapi sebagian besar masyarakat di banyak daerah, kebiasaan keagamaan (kepercayaan) sebelumnya yang berupa animisme dan dinamisme masih tetap mereka pertahankan.
c. Tradisi masyarakat kepulauan Indonesia periode sejarah klasik madya
Pada masa klasik madya ini, tradisi sejarah masyarakat kepulauan Indonesia tidak mengalami banyak perubahan dari tradisi-tradisi sebelumnya. Tradisi pertanian dan perdagangan mengalami perluasan dan peningkatan. Satu hal yang membedakan adalah bahwa tradisi masyarakat mulai mendapat pengaruh budaya Islam, yang diantarnya dibawa oleh para pedagang muslim dari luar. Anasir-anasir budaya Islam terjalin dalam suatu hubungan yang rumit dengan adat atau tradisi yang sudah ada sehingga melahirkan peristiwa-peristiwa penting pada jaman klasik madya ini.
• Tradisi perekonomian
Budaya pertanian dan perdagangan semakin berkembang pesat. Masalah perpajakan menjadi semakin rumit, terutama ketika pendatang Cina mulai menetap di Indonesia dan penerapan mata uang Cina sebagai alat tukar dalam perdagangan semakin dominan.
• Tradisi sosial
Tradisi birokrasi semakin berkembang. Kedudukan kaum cendekiawan semakin penting baik dalam kerajaan maupun dalam kehidupan masyarakat. Campur tangan pemerintah kerajaan terhadap urusan irigasi dan angkutan darat semakin menonjol.
• Tradisi penggunaan alat-alat penunjang kehidupan
Seiring dengan makin berkembangnya tradisi pembuatan aneka benda dan peralatan dari logam, tempat-tempat pengecoran logam makin banyak bermunculan. Bahkan kemungkinan besar tradisi pembuatan alat-alat dan benda dari logam ini telah berkembang menjadi mata pancaharian penduduk.
• Tradisi seni dan sastra tulis
Tradisi seni pahat semakin berkembang seiring dengan makin meningkatnya jiwa seni dan kepandaian manusia. Model pahatan, ukiran semakin beragam dan rumit. Pada masa ini berkembang sastra tulis berupa Kakawin. Buku Bharatayuda ditulis pada masa ini oleh Mpu Sedah dan Mpu Panuluh.
• Tradisi masyarakat yang berkaitan dengan dimensi kepercayaan
Agama Hindu dan Budha semakin mendapat tempat di masyarakat. Kendati belum meluas pada semua lapisan masyarakat (utamanya masyarakat desa) tradisi penyembahan pada dewa-dewa dalam kepercayaan dua agama itu mulai menggantikan pemujaan mereka pada roh nenek moyang dan benda-benda yang dianggap memiliki kekuatan gaib.
d.Tradisi masyarakat kepulauan Indonesia periode sejarah klasik akhir
Tradisi sejarah masyarakat periode klasik akhir ditandai oleh munculnya kerajaan-kerajaan kesatuan besar di Indonesia yang diatur secara tradisional serta munculnya kekuatan-kekuatan baru yang akhirnya mempengaruhi tatanan yang sudah ada sebelumnya. Kekuatan-kekuatan itu antara lain kedatangan budaya Islam dan imperialisme Eropa. Pengungkapan tradisi masyarakat kepulauan Indonesia pada periode sejarah klasik akhir diantaranya dapat diketahui dari peninggalan-peninggalan selama periode ini berupa karya sastra. Pengungkapan sastra memungkinkan kita bisa melihat tradisi masyarakat Indonesia jaman sejarah klasik akhir dari lebih banyak sisi dari pada sebelumnya.
• Tradisi perekonomian
Tradisi pertanian tetap dominan, terutama pada masyarakat pedalaman. Tradisi perdagangan atau perniagaan mengalami perkembangan yang luar biasa pesat baik itu perdagangan antar wilayah dan pulau di Indonesia maupun perdagangan dengan luar negeri terutama dengan India dan kerajaan-kerajaan Asia Tenggara.
• Tradisi sosial
Diantara mayarakat banyak yang berprofesi sebagai penjual jasa untuk mendapatkan uang. Penduduk pesisir pantai merupakan campuran majemuk dari berbagai suku dari berbagai wilayah di kepulauan Indonesia dan bangsa-bangsa lain. Heterogenitas ini yang lambat-laun mengikis tradisi pelapisan sosial yang ada dalam masyarakat.
• Tradisi penggunaan alat-alat penunjang kehidupan
Tradisi pembuatan alat-alat logam mengalami puncak kemajuan. Teknik produksi massal mulai dikembangkan. Demikian halnya dengan pembuatan gerabah. Tradisi pembuatan keris dimulai pada periode klasik akhir ini. Tradisi pembuatan keris ini lebih didasarkan pada penilaian magis, sehingga keris dianggap sebagai pusaka hidup yang memiliki nilai sakral.
• Tradisi seni dan sastra tulis
Pada periode ini tradisi pembuatan patung perunggu dan arca batu semakin surut. Sebaliknya tradisi terracotta semakin berkembang, karena seni ini dianggap lebih memiliki nilai sosial yang tinggi. Tradisi sastra tulis juga semakin meluas. Karya-karya sastra yang berkembang pada masa ini diantaranya adalah Desawarnana (ditulis oleh Mpu Prapanca), Korawasrama dan Nawaruci.
• Tradisi masyarakat yang berkaitan dengan dimensi kepercayaan
Keyakinan terhadap aliran Sivashidanta (dalam agama Hindu) dan Mahayana (dalam agama Budha) semakin kuat di Jawa dan Bali. Akan tetapi dalam perkembangan yang terjadi kemudian kedatangan pengaruh Islam mulai mengikis tradisi kepercayaan masyarakat tersebut. Ini terutama terjadi pada masyarakat yang tinggal di daerah pesisir pantai. Sedang pada masyarakat pedalaman relatif tetap mempertahankan tradisi religi mereka.
e. Tradisi masyarakat kepulauan Indonesia periode Islam
Masuknya Islam pada satu sisi telah membawa sejumlah besar perubahan sosial. Tetapi sifat-sifat tradisi budaya yang terbentuk selama masa sebelumnya tidak segera berubah atau hilang. Bentuk-bentuk tradisi dari kehidupan sosial masyarakat sejak masa prasejarah hingga Hindu-Budha sekalipun tetap berkembang.
• Tradisi perekonomian
Kendati Portugis mendominasi perdagangan di Malaka, tetapi perdagangan antar wilayah Indonesia dan perdagangan antara pedagang-pedagang nusantara dengan pedagang muslim, India, tetap berlangsung. Tradisi pasar juga berkembang pada masa Islam.
• Tradisi sosial
Tradisi urbanisasi tumbuh dan berkembang pada masa ini. Bahkan menurut data sejarah tingkat urbanisasi di Indonesia sama seperti yang terjadi di Eropa. Spesialisasi (pengkhususan) pekerjaan sekali lagi semakin menunjukkan kekompleksitasannya.
• Tradisi penggunaan alat-alat penunjang kehidupan
Masyarakat mulai mengenal jenis senjata api. Kemungkinan diperkenalkan oleh orang-orang Eropa, atau diekspor dari Eropa. Tetapi ini tidak menghilangkan tradisi pembuatan barang-barang logam.
• Tradisi seni dan sastra tulis
Tradisi seni patung sudah lenyap. Ajaran agama Islam melarang pembuatan patung. Tradisi pembuatan seni kaligrafi menggantikan itu semua. Sastra Islam yang berisi renungan filosofis mengenai hubungan antara Tuhan dengan manusia semakin berkembang. Kendati berorientasi mistik, tetapi ia tidak bersifat heterodoks (mempertahankan konsep dualisme).
• Tradisi masyarakat yang berkaitan dengan dimensi kepercayaan
Dominasi tradisi Islam semakin meluas dan berkembang pada semua lapisan masyarakat di Indonesia. Dalam perkembangannya, proses penyebarannya telah memunculkan varian-varian baru yang memasukkan kepercayaan pra-Islam dalam kesatuan antara manusia dan Tuhan, diantaranya ada yang dalam bentuk aliran kebatinan.
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa, walaupun banyak pengaruh luar masuk ke Indonesia, evolusi kebudayaan lokal di berbagai daerah Indonesia yang menunjukkan pola tradisi masyarakat berlangsung mengikuti jalurnya sendiri. Pada akhirnya unsur local genius-lah yang sangat menentukan bagi terjadinya perubahan pola tradisi masyarakat dalam berbagai dimensinya (ekonomi, sosial, kepercayaan, dan seterusnya).
0 komentar:
Posting Komentar