BAB 1
PENDAHULUAN
1.1
LATAR BELAKANG
Ditinjau
dari konteks hukum internasional publik, sengketa dapat didefinisikan sebagai
ketidaksepakatan salah satu subyek mengenai sebuah fakta, hukum, atau kebijakan
yang kemudian dibantah oleh pihak lain atau adanya ketidaksepakatan mengenai
masalah hukum atau fakta-fakta atau konflik mengenai penafsiran atau
kepentingan antara 2 bangsa yang berbeda.
Dalam
interaksi sesama manusia, konflik atau sengketa merupakan hal yang lumrah terjadi.berbagai metode penyelesaian
sengketa internasional telah berkembaang
pesat sesuai dengan tuntutan
zaman.namun, hal tersebut belum juga dapat membuat sengketa yang terjadi antar
negara atau bangsa usai malah sengketa yang terjadi semakin banyak saja.
Tak
dapat disangkal, salah satu persoalan yang dapat memicu persengketaan antar
negara adalah masalah perbatasan. Indonesia juga menghadapi masalah ini,
terutama mengenai garis perbatasan di wilayah perairan laut dengan
negara-negara tetangga.
1.2 RUMUSAN MASALAH
Pada materi ini kami ingin
merumuskan beberapa masalah yang menjadi tkopik utama pada sengketa
internasional ini yakni :
Apakah yang di maksud dengan sengketa internasional?
Tuliskan beberapa kriteria yang dapat di sengketakan?
Apakah yang menyebabkan sengketa internasional dapat terjadi?
Tuliskanlah beberapa contoh sengketa internasional?
Bagaimana cara menyelesaikan
sengketa internasional?
BAB II
SENGKETA INTERNASIONAL
Pengertian sengketa
internasional
sengketa dapat
didefinisikan sebagai ketidaksepakatan salah satu subyek mengenai sebuah fakta,
hukum, atau kebijakan yang kemudian dibantah oleh pihak lain atau adanya
ketidaksepakatan mengenai masalah hukum atau fakta-fakta atau konflik mengenai
penafsiran atau kepentingan antara 2 bangsa yang berbeda.
Atau dapat di artikan
Sengketa Internasional
disebut dengan perselisihan yang terjadi antara Negara dan Negara, Negara
dengan individu atau Negara dengan badan-badan / lembaga yang menjadi subjek
internasiona atau suatu konflik antar Negara dalam memperebutkan suatu wilayah,
Maupun wilayahnya yang terletak di perbatasan.
4 kriteria sengketa yang
di tetapkan oleh mahkama internasional (ICJ)
1.
Didasarkan pada
kriteria-kriteria objektif. Maksudnya adalah dengan melihat fakta-fakta yang
ada. Contoh: Kasus penyerbuan Amerika Serikat dan Inggris ke Irak
2.
Tidak didasarkan pada
argumentasi salah satu pihak. Contoh: USA vs. Iran 1979 (Iran case). Dalam
kasus ini Mahkamah Internasional dalam mengambil putusan tidak hanya
berdasarkan argumentasi dari Amerika Serikat, tetapi juga Iran.
3.
Penyangkalan mengenai suatu peristiwa atau
fakta oleh salah satu pihak tentang adanya sengketa tidak dengan sendirinya
membuktikan bahwa tidak ada sengketa. Contoh: Case Concerning the Nothern
Cameroons 1967 (Cameroons vs. United Kingdom). Dalam kasus ini Inggris
menyatakan bahwa tidak ada sengketa antara Inggris dan Kamerun, bahkan Inggris
mengatakan bahwa sengketa tersebut terjadi antara Kamerun dan PBB. Dari kasus
antara Inggris dan Kamerun ini dapat disimpulkan bahwa bukan para pihak yang
bersengketa yang memutuskan ada tidaknya sengketa, tetapi harus
diselesaikan/diputuskan oleh pihak ketiga.
4.
Adanya sikap yang saling
bertentangan/berlawanan dari kedua belah pihak yang bersengketa. Contoh: Case
Concerning the Applicability of the Obligation to Arbitrate under section 21 of
the United Nations Headquarters agreement of 26 June 1947.
Sebab-sebab terjadinya
sengketa internasional
Sengketa tersebut terjadi karena
berbagai sebab, antara lain :
1. Salah satu pihak tidak memenuhi
kewajiban dalam perjanjian Internasional.
2. Perbedaan penafsiran mengenai isi
perjanjian Internasional.
3.
Perebutan sumber-sumber ekonomi
4. Perebutan pengaruh ekonomi
5. Adanya intervensi terhadap kedaulatan Negara lain
6. Perluasan pengaruh politik& ideologi terhadap negara
lain
7. Adanya perbedaan kepentingan
8. Penghina terhadap harga diri bangsa
9. Ketidaksepahaman mengenai garis perbatas-an antar negara
yang banyak yang belum tersele-saikan melalui mekanisme perundingan (bilateral
dan ).
10. Peningkatan persenjataan dan eskalasi kekuatan militer
baik oleh negara-negara yang ada di kawa-san ini, maupun dari luar kawasan.
11. Eskalasi aksi terorisme lintas negara, dan gerakan
separatis bersenjata yang dapat mengundang kesalahpahaman antar negara
bertetangga.
Sebab lain yang dapat menimbulkan sengketa
internasional yaitu:
Segi Politis (Adanya Pakta Pertahanan atau Pakta Perdamaian)
Pasca perang dunia kedua (1945) muncul dua blok kekuatan besar, barat (liberal membentuk pakta pertahanan NATO) di bawah pimpinan Amerika dan timur (komunis membentuk pakta pertahanan Warsawa) dipimpin Uni Soviet. Kedua blok tersebut, saling berebut pegaruh di bidang ideology dan ekonomi serta saling berlomba memperkuat senjata. Akibatnya sering terjadi konflik (sengketa) di bernagai negara yang menjadi korban. Misalnya, krisis Kuba, Korea yang terbagi menjadi Korea Utara (komunis) dan Korea Selatan (liberal), Kamboja, Vietnam, dan sebagainya.
Segi Batas Wilayah Laut (Laut Teritorial dan Alam Daratan)
Adanya ketidakjelasan batas laut teritorial antara Indonesia dengan Malaysia tentang Pulau Sipadan dan Ligitan (di Kalimantan). Sengketa tersebut diserahkan ke Mahkamah Internasional, hingga akhirnya pada tahun 2003 sengketa tersebut dimenangkan oleh Malaysia. Demikian juga masalah perbatasan di Kasmir yang hingga kini masih diperdebatkan antara India dan Pakistan. Masalah kepulauan “Spartly’s dan Paracel” di laut Cina Selatan, sampai sekarang masih diperebutkan oleh negara Filipina, Malaysia, Thailand, RRC, dan Vietnam.
Contoh-contoh sengketa
internasonal
1. konflik ambalat adalah blok laut luas mencakup 15.235 kilometer persegi yang
terletak di Laut Sulawesi atau Selat Makassar dan berada di dekat perpanjangan perbatasan
darat antara Sabah, Malaysia, dan Kalimantan Timur, Indonesia
2.Konflik perebutan wilayah antara Filipina
dengan Malaysia mengenai klaim Filipina atas wilayah Kesultanan Sabah Malaysia
Timur.
3.
Sengketa Sipadan dan Ligitan adalah persengketaan Indonesia dan Malaysia atas pemilikan terhadap kedua pulau yang berada di Selat Makassar yaitu pulau Sipadan (luas: 50.000 meter²) dan pulau Ligitan (luas: 18.000 meter²)
4.Konflik antara Singapura dengan Malaysia tentang perebutan Pulau Batu Putih di Selat Johor;
5.Perbedaan pendapat antara Malaysia dan Brunei mengenai batas wilayah tak bertanda di daratan Sarawak Malaysia Timur serta batas wilayah perairan Zona Ekonomi Eksklusif;
6.Konflik berlarut antara Myanmar dan Bangladesh di wilayah perbatasan;
7.Sengketa antara Cina dan Vietnam tentang pemilikan wilayah perairan di skitar Kepulauan Paracel;
8.Konflik laten antara Cina di satu pihak dengan Indonesia, Malaysia, Brunei, Filipina, Vietnam di lain pihak sehubungan klaim cina atas seluruh perairan Laut Cina Selatan;
9.Konflik intensitas rendah (Low intensity) antara Cina dengan Filipina, Vietnam dan Taiwan mengenai status pemilikan wilayah perairan Kepulauan Spratly;
10.Konflik antara Cina dengan Jepang mengenai pemilikan Kepulauan Senaku (Diaoyutai);
11.Sengketa antara Cina dengan Korea Selatan mengenai pemilikan Liancourt Rocks (Take-shima atau Tak do) dibagian selatan laut Jepang;
12.Sengketa berlarut antara Rusia dengan Jepang mengenai status pemilikan Kepulauan Kuril Selatan;
13.Sengketa India dan Pakistan mengenai status wilayah Kashmir.
4.Konflik antara Singapura dengan Malaysia tentang perebutan Pulau Batu Putih di Selat Johor;
5.Perbedaan pendapat antara Malaysia dan Brunei mengenai batas wilayah tak bertanda di daratan Sarawak Malaysia Timur serta batas wilayah perairan Zona Ekonomi Eksklusif;
6.Konflik berlarut antara Myanmar dan Bangladesh di wilayah perbatasan;
7.Sengketa antara Cina dan Vietnam tentang pemilikan wilayah perairan di skitar Kepulauan Paracel;
8.Konflik laten antara Cina di satu pihak dengan Indonesia, Malaysia, Brunei, Filipina, Vietnam di lain pihak sehubungan klaim cina atas seluruh perairan Laut Cina Selatan;
9.Konflik intensitas rendah (Low intensity) antara Cina dengan Filipina, Vietnam dan Taiwan mengenai status pemilikan wilayah perairan Kepulauan Spratly;
10.Konflik antara Cina dengan Jepang mengenai pemilikan Kepulauan Senaku (Diaoyutai);
11.Sengketa antara Cina dengan Korea Selatan mengenai pemilikan Liancourt Rocks (Take-shima atau Tak do) dibagian selatan laut Jepang;
12.Sengketa berlarut antara Rusia dengan Jepang mengenai status pemilikan Kepulauan Kuril Selatan;
13.Sengketa India dan Pakistan mengenai status wilayah Kashmir.
cara menyelesaikan sengketa internasional
Ada 2 cara yang biasa di gunakan untuk menyelesaikan sengketa
internasional baik secara diplomatik yang damai maupun secara paksa :
Penyelesaian sengketa secara
diplomatik yang damai
Prinsip-Prinsip Penyelesaian Sengketa Secara Damai adalah:
1. Prinsip itikad baik (good faith);
2. Prinsip larangan penggunaan kekerasan dalam penyelesaian sengketa;
3. Prinsip kebebasan memilih cara-cara penyelesaian sengketa;
4. Prinsip kebebasan memilih hukum yang akan diterapkan terhadap pokok sengketa
5. Prinsip kesepakatan para pihak yang bersengketa (konsensus);
6. Prinsip penggunaan terlebih dahulu hukum nasional negara untuk menyelesaikan suatu sengketa prinsip exhaustion of local remedies);
7. Prinsip-prinsip hukum internasional tentang kedaulatan, kemerdekaan, dan integritas wilayah negara-negara.
Disamping
ketujuh prinsip di atas, Office of the Legal Affairs PBB memuat prinsip-prinsip
lain yang bersifat tambahan, yaitu:
1. Prinsip larangan intervensi baik terhadap masalah dalam atau luar negeri para pihak;
2. Prinsip persamaan hak dan penentuan nasib sendiri;
3. Prinsip persamaan kedaulatan negara-negara;
4. Prinsip kemerdekaan dan hukum internasional.
Penyelesaian Sengketa secara Diplomatik
Seperti yang telah dijelaskan di atas, yang termasuk ke dalam penyelesaian sengketa secara diplomatik adalah negosiasi; enquiry atau penyelidikan; mediasi; konsiliasi; dan good offices atau jasa-jasa baik. Kelima metode tersebut memiliki ciri khas, kelebihan, dan kekurangan masing-masing.'
Penyelesaian sengketa internasional secara paksa
Negara-negara bila tidak mencapai kesepakatan untuk menyelesaikan sengketa mereka secara persahabatan, maka cara pemecahan yang mungkin digunakan adalah cara-cara kekerasan. Prinsip-prinsip dari cara penyelesaian melalui kekerasan antara lain :
a). Perang
Tujuan perang adalah menaklukan negara lawan dan membebankan syarat-syarat penyelesaian. perang merupakan tindakan kekerasan yang dilakukan untuk menaklukan negara lawan untuk membebankan syarat-syarat penyelesaian secara paksa.
b). Retorsi (Retortion)
Retorsi adalah pembalasan dendam oleh suatu negara terhadap tindakan-tindakan tidak pantas atau tidak patut dari negara lain.
1. Prinsip larangan intervensi baik terhadap masalah dalam atau luar negeri para pihak;
2. Prinsip persamaan hak dan penentuan nasib sendiri;
3. Prinsip persamaan kedaulatan negara-negara;
4. Prinsip kemerdekaan dan hukum internasional.
Penyelesaian Sengketa secara Diplomatik
Seperti yang telah dijelaskan di atas, yang termasuk ke dalam penyelesaian sengketa secara diplomatik adalah negosiasi; enquiry atau penyelidikan; mediasi; konsiliasi; dan good offices atau jasa-jasa baik. Kelima metode tersebut memiliki ciri khas, kelebihan, dan kekurangan masing-masing.'
Penyelesaian sengketa internasional secara paksa
Negara-negara bila tidak mencapai kesepakatan untuk menyelesaikan sengketa mereka secara persahabatan, maka cara pemecahan yang mungkin digunakan adalah cara-cara kekerasan. Prinsip-prinsip dari cara penyelesaian melalui kekerasan antara lain :
a). Perang
Tujuan perang adalah menaklukan negara lawan dan membebankan syarat-syarat penyelesaian. perang merupakan tindakan kekerasan yang dilakukan untuk menaklukan negara lawan untuk membebankan syarat-syarat penyelesaian secara paksa.
b). Retorsi (Retortion)
Retorsi adalah pembalasan dendam oleh suatu negara terhadap tindakan-tindakan tidak pantas atau tidak patut dari negara lain.
c).
Tindakan-tindakan pembalasan (Repraisals)
Pembalasan merupakan metode-metode yang dipakai oleh negara-negara untuk mengupayakan diperolehnya ganti rugi dari negara-negara lain dengan melakukan tindakan-tindakan yang sifatnya pembalasan. Perbedaan antara tindakan pembalasan dan retorsi adalah pembalasan mencakup tindakan yang pada umumnya boleh dikatakan sebagai perbuatan illegal sedangkan retorsi meliputi tindakan sifatnya balas dendam yang dapat dibenarkan oleh hukum. Pembalasan dapat berupa berbagai macam bentuk, misalnya suatu pemboikotan barang-barang terhadap suatu negara tertentu.
d). Blokade secara damai (Pacific Blockade)
Pada waktu perang, blokade terhadap pelabuhan suatu negara yang terlibat perang sangat lazim dilakukan oleh angkatan laut. Blokade secara damai adalah suatu tindakan yang dilakukan pada waktu damai. Kadang-kadang digolongkan sebagai pembalasan, tindakan itu pada umumnya ditujukan untuk memaksa negara yang pelabuhannya diblokade mentaati permintaan ganti rugi atas kerugian yang diderita oleh negara yang memblokade.
e). Intervensi (Intervention)
Hukum internasional pada umumnya melarang campur tangan yang berkaitan dengan urusan-urusan negara lain, yang dalam kaitan khusus ini berarti suatu tindakan yang lebih dari sekedar campur tangan saja dan lebih kuat dari pada mediasi atau usulan diplomatik.
Menurut Mahkamah, intervensi dilarang oleh hukum internasional apabila: (a) campur tangan yang berkaitan dengan masalah-masalah di mana setiap negara dibolehkan untuk mengambil keputusan secara bebas, dan (b) campur tangan itu meliputi gangguan terhadap kemerdekaan negara lain dengan cara-cara paksa, khususnya kekerasan.
Pembalasan merupakan metode-metode yang dipakai oleh negara-negara untuk mengupayakan diperolehnya ganti rugi dari negara-negara lain dengan melakukan tindakan-tindakan yang sifatnya pembalasan. Perbedaan antara tindakan pembalasan dan retorsi adalah pembalasan mencakup tindakan yang pada umumnya boleh dikatakan sebagai perbuatan illegal sedangkan retorsi meliputi tindakan sifatnya balas dendam yang dapat dibenarkan oleh hukum. Pembalasan dapat berupa berbagai macam bentuk, misalnya suatu pemboikotan barang-barang terhadap suatu negara tertentu.
d). Blokade secara damai (Pacific Blockade)
Pada waktu perang, blokade terhadap pelabuhan suatu negara yang terlibat perang sangat lazim dilakukan oleh angkatan laut. Blokade secara damai adalah suatu tindakan yang dilakukan pada waktu damai. Kadang-kadang digolongkan sebagai pembalasan, tindakan itu pada umumnya ditujukan untuk memaksa negara yang pelabuhannya diblokade mentaati permintaan ganti rugi atas kerugian yang diderita oleh negara yang memblokade.
e). Intervensi (Intervention)
Hukum internasional pada umumnya melarang campur tangan yang berkaitan dengan urusan-urusan negara lain, yang dalam kaitan khusus ini berarti suatu tindakan yang lebih dari sekedar campur tangan saja dan lebih kuat dari pada mediasi atau usulan diplomatik.
Menurut Mahkamah, intervensi dilarang oleh hukum internasional apabila: (a) campur tangan yang berkaitan dengan masalah-masalah di mana setiap negara dibolehkan untuk mengambil keputusan secara bebas, dan (b) campur tangan itu meliputi gangguan terhadap kemerdekaan negara lain dengan cara-cara paksa, khususnya kekerasan.
0 komentar:
Posting Komentar